Pemerintahan SBY menerbitkan Kebijakan Energi Nasional (disingkat KEN),
yaitu Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006, pada bulan Januari tahun 2006, yang
berarti sudah lebih dari 7 tahun yang lalu. Secara hukum KEN tersebut masih
tetap berlaku selama belum ada rumusan baru yang menggantikannya.
Pada tahun 2007 Pemerintah (kata ini harus diartikan pihak Eksekutif
atau Kabinet bersama-sama DPR-RI) menerbitkan Undang-Undang No. 30 mengenai Energi,
yang didalamnya tercantum ketentuan bahwa Pemerintah membentuk Dewan Energi
Nasional (DEN) untuk antara lain merumuskan KEN yang baru serta mengawasi
pelaksanaannya. DEN telah berdiri sejak tahun 2009 dan telah melakukan tugasnya
selama 4 tahun. Namun hingga saat ini Pemerintah dan DPR belum menyepakati
rumusan KEN yang baru.
Masyarakat luas mengetahui bahwa di dalam sektor energi terdapat banyak
permasalahan yang perlu dibenahi. Sebagian sudah mulai ditangani dan berjalan
baik, namun sebagian lagi masih menjadi isu politik. Yang sudah ditangani
antara lain adalah pengalihan bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke
gas, dan penggantian bahan bakar solar oleh batubara untuk pembangkitan listrik
dengan crash program pembangunan PLTU-batubara. Yang kedua ini mengalami
kelambatan dalam pelaksanaannya karena berbagai kendala, namun programnya
berjalan terus dan bahkan kini dilanjutkan dengan tahap ke-II yaitu pembangkit
listrik mesin diesel (PLTD) dengan bahan bakar minyak solar diganti dengan pembangkit
listrik panas-bumi (PLTP) yang sumber energinya uap panas bumi.
Masalah lain, selain belum terbitnya KEN baru, adalah masalah subsidi
energi yang amat besar. Tahun 2012 subsidi BBM dan listrik jumlahnya melebihi
300 trilyun rupiah atau lebih dari 30 milyar dollar AS! Tahun 2013 ini jumlah
subsidi energi (BBM dan listrik) bakal hampir sama dengan subsidi energi tahun 2012.
Kenapa tidak cepat-cepat dinaikkan harga BBM dan tarif listrik? Tidak perlu
sekaligus dengan kenaikan sebesar Rp. 2000/liter, cukup Rp. 500/liter dan
selanjutnya tiap triwulan naik lagi Rp. 250/liter. Kalau sekaligus Rp.
2000/liter sudah pasti akan menimbulkan gejolak ekonomi yang berdampak negatif
terhadap yang kurang mampu (karena tarif angkutan bakal naik secara berarti).
Wacana penaikan harga BBM sudah berjalan satu setengah tahun lebih. Di mana
kepedulian Pemerintah dan DPR terhadap perumusan dan pengelolaan anggaran
negara yang bertanggung-jawab? Sejak tahun 2009 subsidi energi meningkat terus
dengan tajam.
Inti daripada pembiaran harga energi relatif rendah ini ialah adanya
kekhawatiran Pemerintah, baik pihak Eksekutif maupun Legislatif, terhadap
kemungkinan terjadinya gejolak masyarakat apabila harga energi ditingkatkan ke
aras keekonomian seperti yang diamanatkan dalam undang-undang.
Masalah-masalah lain ialah: (1) perlunya
pengalihan dari BBM ke gas karena kita memiliki sumberdaya gas alam yang
cukup besar dan gas harganya lebih rendah ketimbang minyak, (2) peningkatan
investasi pengembangan panas-bumi yang
ternyata terkendala pelbagai peraturan yang pemecahannya memerlukan koordinasi
antar instansi Pemerintah, (3) pentingnya rasionalisasi tarif listrik yang
selama ini cenderung terlalu pro-rakyat kecil yang ternyata diisolasi dari
kenaikan tarif sebab dipandang kurang mampu namun kenyataannya banyak
pengeluaran untuk rokok dan pulsa telepon genggam, dan lain-lain permasalahan.
Semua permasalahan di atas dapat dipecahkan secara seksama dan dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi pemecahan tersebut memerlukan perhatian
dan pengendalian pelaksanaan yang konsisten dan terarah dengan mengacu pada
kepentingan rakyat banyak dan kepedulian terhadap penyelenggaraan kebijaksanaan
negara yang mantap. Kekurangan inilah tampaknya yang tampaknya menjadi sebab
demikian lambannya penyelesaian masalah-masalah energi. Demikian pula kiranya
sebabnya mengapa KEN baru tidak kunjung selesai. Kabinet Indonesia Bersatu II
sudah diambang habis masa kerjanya, dan semua partai politik terlibat dalam
persiapan serta ancang-ancang untuk Pemilu 2014 dan Pilpres 2014. Kepentingan
partai menjadi hal yang utama.
Menyedihkan.