Penyelenggaraan acara Temu Wartawan tersebut telah dilaporkan kepada beberapa Menteri terkait bidang energi dan kepada Ketua Komisi VII DPR-RI. Berikut ini kami kutipkan laporan Temu Wartawan.
Resume TEMU WARTAWAN 13
Desember 2012
1. Bersama ini dilaporkan
bahwa pada tanggal 13 Desember 2012 yang baru lalu Masyarakat Peduli Energi dan
Lingkungan (MPEL) menyelenggarakan acara Temu Wartawan dengan tema “Keprihatinan Terhadap Pasokan Energi Jangka
Panjang”, dengan maksud dan tujuan agar media massa dapat menyampaikan
keprihatinan MPEL kepada publik tentang kondisi sektor energi dewasa ini. Acara
tersebut terdiri dari dua presentasi
yang disajikan oleh dua orang anggota MPEL, dilanjutkan dengan tanya-jawab.
Bersama ini pula disampaikan:
Laporan penyelenggaraan acara Temu Wartawan pada tanggal 13 Desember
2012,
Salinan dua buah presentasi (tayangan Power Point),
Satu keping disket yang berisikan informasi tambahan untuk kelengkapan materi acara Temu Wartawan.
2.
Dalam acara tersebut , paparan pertama disampaikan
oleh Ir. Adiwardojo berjudul: “Energi dan Lingkungan untuk Pembangunan
Berkelanjutan di Tingkat Global”. Diuraikan perkembangan kesadaran manusia
mengenai dampak terhadap lingkungan hidup akibat pembangunan ekonomi, sejak
laporan Brundtland tahun 1987, Konperensi Lingkungan dan Pembangunan tahun
1992, kesepakatan program mengurangi dampak lingkungan berjudul Agenda 21,
pembentukan Komisi Pembangunan Berkelanjutan, dicapainya Konvensi Kerangka PBB
untuk Perubahan Iklim. Penanganan sektor energi harus memperhatikan pencegahan
kerusakan terhadap lingkungan hidup, memberdayakan yang kurang mampu agar
memiliki akses terhadap layanan jasa energi, dan memperhatikan aspek
keberlanjutan jangka panjang. Pada tahun 1992 telah dicapai suatu perjanjian
untuk pengurangan emisi CO2 oleh negara maju yaitu Protokol Kyoto.
Namun hingga kini belum membawa hasil yang nyata. Dalam sidang COP18 yang baru
saja berakhir di Doha Qatar pada 8 Desember 2012, kesepakatan yang dicapai
hanya sebatas perpanjangan Protokol Kyoto hingga tahun 2020. Sementara itu PBB
telah merumuskan sasaran-sasaran yang tertuang di dalam Millenium Development Goals, khususnya sasaran untuk tahun 2015.
Sasaran tersebut kini tengah dalam tahap peninjauan kembali oleh Group of Eminent Persons (termasuk
Presiden SBY), karena dipandang sasaran tidak akan tercapai. PBB juga
telah membentuk UN Advisory Group on Energy and Climate Change. Akhirnya
dikemukakan penahapan dalam perkembangan energi dimulai dengan memenuhi
Kebutuhan Dasar manusia, selanjutnya menyediakan energi untuk Penggunaan
Produktif, dan pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Moderen.
3.
Paparan kedua disampaikan oleh Sutaryo Supadi M.Sc.
berjudul : “Rawannya Kondisi Kebijakan
Energi Nasional “ yang pada dasarnya mengemukakan bahwa pemerintah (eksekutif
bersama legislatif) tidak sungguh-sungguh melaksanakan peraturan perundangan
yang berlaku dalam bidang energi, seperti Perpres No. 5 th 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional , dan U.U. No. 17 th 2007 tentang RPJPN serta U.U. No.
30 th 2007 tentang Energi. Selanjutnya pemerintah berupaya merumuskan Kebijakan
Energi Nasional yang baru, melalui Dewan Energi Nasional yang telah hampir 4 tahun tidak kunjung
selesai. Pemerintah sebaliknya menerbitkan Perpres No. 29 tahun 2010 tentang
MP3EI yang oleh MPEL ditengarai sasarannya pada tahun 2025 Indonesia akan
mempunyai GDP/kapita sebesar $ 14.250 - $15.000, tidak akan tercapai karena
energi yang disediakan terlalu sedikit. DPR-RI, sesuai dengan salah satu fungsinya
yaitu pengawasan, diharapkan dapat mengawal dengan seksama pelaksanaan
peraturan perundangan yang berlaku dengan mengoreksi langkah-langkah pemerintah
yang dinilai kurang tepat. Masalah tercukupinya energi adalah sangat penting
guna kemajuan suatu bangsa maupun kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu,
masalah energi seyogyanya bebas dari kepentingan politik. Makalah ditutup
dengan sejumlah rekomendasi.
4. Adapun keprihatinan
MPEL pada intinya menyangkut hal-hal berikut:
1.
Masalah jangka pendek
Besarnya subsidi energi tahun 2012 yang diperkirakan melebihi Rp. 300
trilyun. Tampaknya baik pihak Pemerintah maupun DPR sudah lama membiarkan
keadaan ini sehingga selama 9 tahun dalam periode tahun 2004 s/d 2012 jumlah
subsidi energi melebihi Rp. 1000 trilyun. Kami
tidak menyarankan pengurangan subsidi secara mendadak seperti yang
terjadi pada tahun 2005, melainkan pengurangan secara bertahap dan berangsur,
misalnya kenaikan segera harga BBM bersubsidi sebesar Rp. 500/liter dan
selanjutnya sebesar Rp. 250/liter setiap triwulan hingga dalam beberapa tahun
sudah akan mendekati/mencapai nilai keekonomian. Keuntungan pengurangan subsidi
secara bertahap dan berangsur adalah: (1) tidak menimbulkan gejolak, (2) dampak
terhadap inflasi yang dapat dikendalikan, dan (3) memberikan kepastian kepada
para pelaku ekonomi, termasuk akan dapat merangsang pengembangan energi
terbarukan. Tercapainya harga keekonomian dalam 4-5 tahun akan memungkinkan
kita untuk mengimpor energi bila kekurangan produksi dalam negeri.
2.
Masalah jangka menengah
Potensi panasbumi yang cukup besar perlu dimanfaatkan secepatnya dengan
menerapkan gagasan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral mengenai feed-in tariff. Kiranya dapat segera
dilakukan di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh jaringan PLN atau yang
diperkirakan masih lama belum akan terjangkau oleh jaringan PLN. Dapat
dipertimbangkan pembatasan waktu berlakunya feed-in
tariff bagi setiap kontraktor, misalnya 20 tahun masa operasi.
3.
Masalah jangka panjang
Dua jenis energi primer yang dapat membantu dunia dalam mengatasi atau
memitigasi dampak pemanasan global adalah
tenaga air dan tenaga nuklir, dan dua-duanya memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan dalam jangka panjang. Karena itu untuk memanfaatkan
keduanya perlu diambil keputusan yang segera. Untuk tenaga air perlu diambil
keputusan tentang proyek-proyek yang dapat dimulai dalam waktu singkat; untuk
ini kami berkeyakinan PLN sudah memiliki calon-calon proyek potensial yang
semuanya bersifat padat karya dan dapat menyediakan lapangan kerja di wilayah
bersangkutan. Untuk tenaga nuklir, mengantisipasi hasil studi kelayakan
pembangunan PLTN yang dilakukan oleh BATAN dan PLN yang akan selesai pada akhir
tahun 2013, perlu diambil keputusan segera mengenai pembentukan Tim Perencanaan
Pembangunan PLTN, antara lain untuk mengurangi dampak perkiraan kenaikan harga
energi pada tahun 2020-an.
Demikianlah pandangan MPEL mengenai kondisi
sektor energi berikut pendapat serta saran-saran yang diajukan sebagai
sumbangsih pemikiran demi untuk perbaikan pembangunan nasional di masa
mendatang. Besar harapan MPEL hal-hal tersebut di atas akan mendapatkan
perhatian yang sepantasnya dari Bapak-Bapak di kalangan Eksekutif maupun
Legislatif. Untuk ini kami diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta,
24 Desember 2012
Masyarakat
Peduli Energi dan Lingkungan
Ketua,
Budi
Sudarsono M.Sc.