Sabtu, 30 Juni 2012

Apa sulitnya menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi Rp. 6000/liter ?

Beberapa waktu yang lalu anggota DPR Siswono mkengemukakan pendapat bahwa penolakan pengurangan subsidi BBM itu nampaknya populis, namun sebenarnya mencelakakan. Alasannya ? Dikatakan bahwa selama sepuluh tahun terakhir setidaknya sudah 1200T dana dihabiskan untuk subsidi BBM. Siswono lalu membandingkan, untuk membuat jalan tol sepanjang Jawa, perlu dana kurang dari 100T. Begitu juga untuk membuat rel doubletrack sepanjang Jawa. Membangun jalan dari Banda Aceh sampai Lampung tidak akan habis 200T. Lalu trans Kalimantan juga bisa dibangun dg dana kurang dari 200T. Jadi seandainya subsidi BBM bisa dikurangi maka dana yang tersedia dapat digunakan untuk membangun infrastruktur yang amat sangat diperlukan. Kami sependapat dengan Pak Siswono, yang dikelilingi anggota DPR yang menganggap subsidi perlu dipertahankan terus. Hal ini merupakan kenyataan pahit dan bila tidak ada perubahan akan menjadi tragedi bangsa. Karena sesungguhnya, dengan sedikit usaha subsidi dapat dikurangi tanpa menimbulkan dampak yang negatif. Asal kita mau. Ketika pada menjelang 1 April 2012 DPR mengesahkan APBN-P 2012, kenaikan harga minyak yang merupakan kesepakatan Pemerintah bersama DPR adalah: bilamana harga minyak internasional naik melebihi $105/bbl sebanyak 15% (menjadi $120,75/bbl), maka harga BBM premium dapat dinaikkan menjadi Rp. 6000/liter. Namun apa yang terjadi ? Harga minyak internasional saat itu sudah $ 120/bbl, akan tetapi mulai awal April 2012 hingga sekarang bahkan turun ke sekitar $90/bbl sekarang (akhir Juni 2012), berkat krisis keuangan yang tengah melanda Eropa yang berakibat menurunnya permintaan akan energi dan juga berkat perkembangan positif dalam hubungan negara barat dengan Iran terkait masalah pengayaan uranium di Iran. Maka semakin jauhlah kesempatan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti yang ditetapkan dalam APBN-P. Sampai kapan kita haus menunggu hingga harga mencapai 15% di atas $105/bbl ? Sebenarnya saat ini adalah saat yang tepat untuk memulai melaksanakan kebijakan pengurangan subsidi. Kedengarannya janggal: harga minyak internasional turun kok mau menaikkan harga BBM. Tetapi usul kami tidak perlu menaikkan langsung dari Rp. 4500/liter ke tingkat Rp. 6000/liter, melainkan memulai program pengurangan subsidi secara berangsur dan bertahap, jakni menaikkan Rp. 300/liter setiap triwulan. Dalam satu tahun sudah naik Rp. 1200/liter. Cara ini tidak menimbulkan kejutan terhadap sektor ekonomi dan sebagian besar masyarakat akan dapat menerimanya. Inilah kesempatan bagi Menteri ESDM untuk membuat suatu gebrakan, yaitu segera hubungi Komisi VII DPR dan ajukan amandemen terhadap pasal di dalam UU APBN-P 2012 terkait harga BBM bersubsidi. Usulkan supaya diperbolehkan segera menaikkan harga BBM bersubsidi langsung sebesar Rp. 500/liter menjadi Rp. 5000/liter dan selanjutnya dinaikkan setiap triwulan sebesar Rp. 250-300/liter. Dalam satu tahun sudah naik Rp. 1250-1400/liter. Semoga dapat cepat disetujui oleh DPR. Sesudah itu, bisa dilanjutkan terus sampai ke tingkat harga yang dapat diterima oleh DPR dan masyarakat luas. Saya pikir, dampak terhadap inflasi bisa dikendalikan dan citra untuk mempertahankan "investment grade" bisa tetap terpelihara. Bagaimana pendapat para penjabat Kementerian ESDM dan Kantor Menko Ekonomi? Para anggota DPR ? Koalisi Pemerintah, yang tampaknya adem ayem saja ? Langkah di atas ini lebih baik daripada tidak ada tindakan apa pun, karena tidak ada yang bisa meramalkan apa yang bakal terjadi terhadap Eropa, yang hingga sekarang ini yang ada hanyalah kecemasan ekonomi.