Jumat, 07 Juni 2013

Penanganan Energi oleh Pemerintah (Eksekutif dan DPR-RI) – Menyedihkan

Pemerintahan SBY menerbitkan Kebijakan Energi Nasional (disingkat KEN), yaitu Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006, pada bulan Januari tahun 2006, yang berarti sudah lebih dari 7 tahun yang lalu. Secara hukum KEN tersebut masih tetap berlaku selama belum ada rumusan baru yang menggantikannya.
Pada tahun 2007 Pemerintah (kata ini harus diartikan pihak Eksekutif atau Kabinet bersama-sama DPR-RI) menerbitkan Undang-Undang No. 30 mengenai Energi, yang didalamnya tercantum ketentuan bahwa Pemerintah membentuk Dewan Energi Nasional (DEN) untuk antara lain merumuskan KEN yang baru serta mengawasi pelaksanaannya. DEN telah berdiri sejak tahun 2009 dan telah melakukan tugasnya selama 4 tahun. Namun hingga saat ini Pemerintah dan DPR belum menyepakati rumusan KEN yang baru.

Masyarakat luas mengetahui bahwa di dalam sektor energi terdapat banyak permasalahan yang perlu dibenahi. Sebagian sudah mulai ditangani dan berjalan baik, namun sebagian lagi masih menjadi isu politik. Yang sudah ditangani antara lain adalah pengalihan bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke gas, dan penggantian bahan bakar solar oleh batubara untuk pembangkitan listrik dengan crash program pembangunan PLTU-batubara. Yang kedua ini mengalami kelambatan dalam pelaksanaannya karena berbagai kendala, namun programnya berjalan terus dan bahkan kini dilanjutkan dengan tahap ke-II yaitu pembangkit listrik mesin diesel (PLTD) dengan bahan bakar minyak solar diganti dengan pembangkit listrik panas-bumi (PLTP) yang sumber energinya uap panas bumi.

Masalah lain, selain belum terbitnya KEN baru, adalah masalah subsidi energi yang amat besar. Tahun 2012 subsidi BBM dan listrik jumlahnya melebihi 300 trilyun rupiah atau lebih dari 30 milyar dollar AS! Tahun 2013 ini jumlah subsidi energi (BBM dan listrik) bakal hampir sama dengan subsidi energi tahun 2012. Kenapa tidak cepat-cepat dinaikkan harga BBM dan tarif listrik? Tidak perlu sekaligus dengan kenaikan sebesar Rp. 2000/liter, cukup Rp. 500/liter dan selanjutnya tiap triwulan naik lagi Rp. 250/liter. Kalau sekaligus Rp. 2000/liter sudah pasti akan menimbulkan gejolak ekonomi yang berdampak negatif terhadap yang kurang mampu (karena tarif angkutan bakal naik secara berarti). Wacana penaikan harga BBM sudah berjalan satu setengah tahun lebih. Di mana kepedulian Pemerintah dan DPR terhadap perumusan dan pengelolaan anggaran negara yang bertanggung-jawab? Sejak tahun 2009 subsidi energi meningkat terus dengan tajam.
Inti daripada pembiaran harga energi relatif rendah ini ialah adanya kekhawatiran Pemerintah, baik pihak Eksekutif maupun Legislatif, terhadap kemungkinan terjadinya gejolak masyarakat apabila harga energi ditingkatkan ke aras keekonomian seperti yang diamanatkan dalam undang-undang.

Masalah-masalah lain ialah: (1) perlunya  pengalihan dari BBM ke gas karena kita memiliki sumberdaya gas alam yang cukup besar dan gas harganya lebih rendah ketimbang minyak, (2) peningkatan investasi pengembangan panas-bumi  yang ternyata terkendala pelbagai peraturan yang pemecahannya memerlukan koordinasi antar instansi Pemerintah, (3) pentingnya rasionalisasi tarif listrik yang selama ini cenderung terlalu pro-rakyat kecil yang ternyata diisolasi dari kenaikan tarif sebab dipandang kurang mampu namun kenyataannya banyak pengeluaran untuk rokok dan pulsa telepon genggam, dan lain-lain permasalahan.

Semua permasalahan di atas dapat dipecahkan secara seksama dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tetapi pemecahan tersebut memerlukan perhatian dan pengendalian pelaksanaan yang konsisten dan terarah dengan mengacu pada kepentingan rakyat banyak dan kepedulian terhadap penyelenggaraan kebijaksanaan negara yang mantap. Kekurangan inilah tampaknya yang tampaknya menjadi sebab demikian lambannya penyelesaian masalah-masalah energi. Demikian pula kiranya sebabnya mengapa KEN baru tidak kunjung selesai. Kabinet Indonesia Bersatu II sudah diambang habis masa kerjanya, dan semua partai politik terlibat dalam persiapan serta ancang-ancang untuk Pemilu 2014 dan Pilpres 2014. Kepentingan partai menjadi hal yang utama.

Menyedihkan.