Jumat, 29 Februari 2008

Diskusi Panel Tentang PLTN

FORUM KEPRIHATINAN AKADEMISI

Tentang PLTN

Sebuah Catatan dan Ajakan

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) merasa terpanggil memberikan catatan terhadap diskusi panel tentang rencana pembangunan PLTN yang diadakan pada tanggal tgl. 23 Februari 2008 di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Memang MPEL tidak diundang secara resmi, namun karena topik diskusi erat kaitannya dengan kepedulian MPEL maka kami memberanikan diri hadir dalam diskusi tersebut, setelah sebelumnya minta izin kepada panitya melalui Bapak Simon.

Jumlah panelis peserta Diskusi Panel 25 orang, umumnya bergelar S-3, dan sebagian adalah guru besar dari berbagai perguruan tinggi dari daerah. Para peserta dibekali makalah “Landasan Pertimbangan Forum Akademisi 23 Februari 2008” yang mencakup 12 pokok bahasan pertimbangan. Yang menjadi tujuan diskusi sebagaimana tertulis dalam undangan yaitu “Rencana pembangunan PLTN di semenanjung Muria amat meragukan, baik dari sudut keamanan, maupun dari sudut perencanaan jangka panjang kebijakan energi negara kita. Rencana itu bisa membawa malapetaka bagi bangsa Indonesia. Secara khusus para akademisi perlu bersama-sama memikirkan, menanggapi dan menyikapi rencana pembangunan PLTN di Indonesia.”

Karena keterbatasan waktu tiap panelis hanya diberi sekitar 5-7 menit untuk mengungkapkan pendapatnya serta usulnya langsung tentang pokok pembahasan. Umumnya ungkapan para panelis dapat dibagi dalam 3 kategori, sebagian besar menyatakan menentang dengan alasan-alasan tertentu, sebagian lagi menyatakan keawamannya tentang topik bahasan, dan ada pula yang berpendapat penundaan PLTN sampai adanya klarifikasi terhadap isu tertentu. Dari ungkapan para panelis, penulis mendapat kesan bahwa alasan mereka yang menentang ada yang „debatable“ dan ada yang didasari pengetahuan dan informasi yang kurang benar tentang PLTN. Dapat disebutkan antara lain kekhawatiran akan berulangnya kasus “Chernobyl”, padahal jenis PLTN tersebut tidak pernah dipertimbangkan apalagi akan dibangun di Indonesia; demikian pula tentang aspek keselamatan operasi PLTN, padahal disain PLTN dari waktu ke waktu terus disempurnakan dan saat ini telah mencapai generasi 3-plus. Dikatakan pula bahwa kebijakan energi selalu bias, padahal kebijakan energi nasional tersebut dirumuskan oleh pakar terbaik Indonesia dan didukung oleh akademisi dari berbagai bidang keahlian dengan memperhitungkan semua faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk aspek keselamatan masyarakat dan lingkungan.

Setelah semua pembicara menyatakan pendapatnya, diskusi jeda lima menit untuk merumuskan pendapat forum dalam sebuah pernyataan, tanpa memberi kesempatan pada hadirin yang lain untuk menyatakan pendapatnya, hal mana kelihatannya kurang demokratis, tetapi mungkin karena keterbatasan waktu.

Siapapun yang hadir pada saat itu dapat menduga apa arah rumusan. Penulis berusaha menemui moderator untuk menyampaikan sumbang saran, tetapi gagal, karena memang beliau sangat sibuk.. Namun penulis sempat menyampaikan saran kepada 2 orang guru besar anggota panelis agar jangan terjebak membuat pernyataan yang dapat mengurangi integritas dan kredibilitas para akademisi, dan kelihatannya kedua guru besar tersebut menerimanya.

Rumusan awal yang ditawarkan moderator adalah menolak PLTN. Setelah melalui diskusi dan pemungutan suara, seorang panelis guru besar mengusulkan penundaan PLTN sampai klarifikasi isu tertentu. Seperti diberitakan harian Kompas Minggu 24 Februari 2008, diskusi panel mengeluarkan pernyataan: ”Masyarakat Peduli Bahaya PLTN mendesak pemerintah membatalkan segala upaya membangun PLTN fisi di semenanjung Muria dengan alasan:

  1. Risiko terlalu tinggi
  2. Tidak ada urgensinya
  3. Banyak sumber energi alternatif yang ramah lingkungan
  4. Ada penolakan dari masyarakat Indonesia.”

Diskusi panel tanggal 23 Februari 2008, adalah diskusi panel yang ke tujuh (Kompas 24 Februari 2008) sejak awal tahun 2007 yang diselenggarakan di berbagai kota dan penulis menduga bahwa banyak panelis yang tidak mengikuti proses pemahaman pada kesempatan diskusi-diskusi sebelumnya.

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan bersedia melakukan pencerahan terhadap aspek-aspek PLTN kepada semua fihak yang berminat, termasuk rekan-rekan dari Masyarakat Peduli Bahaya PLTN. Berdasarkan pengalaman yang kami punyai, bagi kelompok yang tidak sangat awam, pencerahan paling efektif bukan melalui seminar-seminar, tetapi melalui diskusi intensif kelompok kecil 7 – 10 orang. Silahkan menghubungi kami.

Jakarta, 28 Februari 2008

Sutaryo Supadi

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan

Sutaryo Supadi sterila@cbn.net.id

budi_sudarsono@yahoo.com

Jumat, 01 Februari 2008

Seminar Nuklir Iran

Pada tanggal 31 Januari 2008 telah diselenggarakan seminar internasional mengenai program nuklir Iran Penyelenggaranya adalah Media Institute, sebuah lembaga yang didukung oleh media Indonesia.

Pada hari ini diberitakan oleh Kompas bahwa Duta Besar Iran untuk Indonesia telah menyampaikan hal ihwal program nuklir Iran. Secara khusus diuraikan mengenai ketidak-adilan sikap negara Barat terhadap program nuklir Iran yang hanya ditujukan untuk maksud-maksud damai. Tujuan Iran untuk melaksanakan pengayaan uranium sendiri adalah agar Iran tidak tergantung pada pasokan dari luar negeri untuk bahan bakar nuklir guna keperluan pengoperasian PLTN-nya di Busher.

Dalam kata pembukaannya pada seminar tersebut Gus Dur minta agar pembangunan PLTN di Indonesia dilakukan di luar pulau Jawa, yaitu di pulau Karimunjawa. Pernyataan Gus Dur ini banyak disiarkan.

Tetapi bagaimana dengan program nuklir Indonesia ? Kepala BATAN Dr. Hudi Hastowo diberitakan juga menjadi peserta dalam seminar tersebut. Tetapi kok tidak ada yang memberitakan apa yang dikemukakan oleh Kepala BATAN ? Bagaimana ini media Indonesia ?