Minggu, 20 November 2011

Esensi Fukushima

Delapan bulan telah berlalu sejak kecelakaan yang menimpa empat buah PLTN di Fukushima Daiichi, tetapi masih saja ada orang yang menganggap kecelakaan tersebut sebagai malapetaka besar. Benarkah pendapat seperti itu?

Memang benar bahwa kecelakaan tersebut adalah kecelakaan nuklir yang berdampak sangat merugikan masyarakat Jepang, kecelakaan nuklir ketiga yang pernah terjadi sesudah Three Mile Island-2 pada tahun 1979 dan Chernobyl-4 pada tahun 1986. Namun harus diakui bahwa kecelakaan Fukushima berdampak lebih besar daripada Three Mile Island-2, tetapi lebih kecil daripada Chernobyl-4. Fukushima dan Three Mile Island-2 sama-sama tidak menimbulkan korban jiwa ataupun korban cidera radiasi. Ke-empat PLTN Fukushima, dari sejumlah enam buah, yang rusak tidak dapat digunakan lagi; demikian juga Three Mile Island-2. Kelima reaktor mengalami pelelehan bahan bakar, dengan catatan satu PLTN Fukushima pelelehannya terjadi di dalam kolam penyimpanan sementara bahan bakar, bukan di dalam reaktor. Pelelehan terjadi akibat kehilangan pendinginan bahan bakar. Ini disebabkan gempa yang memutus pasokan listrik dari jaringan, dan tsunami yang melumpuhkan pembangkit diesel cadangan.

Dibandingkan dengan Chernobyl-4, penglepasan zat radioaktif dari ke-empat PLTN Fukushima menurut perkiraan para ahli hanya sepersepuluh jumlah yang dihamburkan oleh Chernobyl-4. Tetapi Pemerintah Jepang mengungsikan 100 ribu warganya dari jari-jari 20km sekitar PLTN Fukushima Daiichi, dibandingkan dengan 130 ribu warga dari sekitar Chernobyl-4. Bedanya, pengungsian di Jepang ini sifatnya sementara dan merupakan tindakan berjaga-jaga; sedang pengungsian di Ukraina boleh dikata tindakan tetap dan disebabkan tingkat radiasi yang tinggi. Pada awal tahun 2012 para pengungsi di Jepang diharapkan sudah dapat kembali bermukim di tempat semula.

Dampak lainnya yang besar akibat Fukushima adalah terhadap sistem kelistrikan Jepang. Sebelas PLTN yang berhasil mematikan diri ketika gempa terjadi, belum ada yang beroperasi lagi; demikian juga PLTN lainnya yang kebetulan sedang tidak beroperasi. Kini Pemerintah Jepang telah menetapkan agar semua PLTN di Jepang harus menjalani Stress Test sebelum diberi izin operasi. Menghadapi musim dingin, sampai berapa jauh konsumen listrik Jepang akan dapat mengikuti himbauan untuk menghemat pemakaian listrik? Dan kekurangan pasokan listrik terpaksa harus diisi dengan menambah penggunaan fosil, terutama gas dari LNG. Indonesia salah satu sumbernya.
Akibat lain adalah perubahan kebijakan nuklir beberapa negara Eropa: Jerman yang bulan Mei lalu menghentikan operasi 8 PLTN dan mengumumkan penghentian operasi yang lainnya pada tahun 2021 dan 2022, Italia dan Swiss yang urung membangun PLTN, belakangan disusul oleh Belgia. IAEA menurunkan proyeksi kapasitas terpasang PLTN dunia untuk tahun 2030 dan 2050 sebanyak masing-masing 8 dan 7 persen. Negara-negara Asia, baik yang sudah memiliki PLTN maupun yang belum, masih tetap dengan rencana nuklirnya masing-masing.

Jadi esensi kecelakaan Fukushima ialah bahwa PLTN kehilangan kemampuan pendinginan bahan bakar, dan hal ini disebabkan oleh tsunami. Gempa skala Richter 9 bukan penyebabnya yang langsung. Teknologi nuklir telah diterapkan dengan baik, karena ketika gempa terjadi semua reaktornya otomatis mati. Tetapi prakiraan besarnya tsunami yang meleset: pada tahun 1960-an diperkirakan tsunami terbesar setinggi 5,7 meter. Ketentuan ini diubah pada tahun 2000 menjadi 10 meter. Tsunami yang datang pada tanggal 11 Maret 2011 setinggi 14 meter! Inilah yang melumpuhkan 12 dari 13 pembangkit diesel cadangan.
Dengan demikian kecelakaan Fukushima adalah murni akibat bencana alam. Kita dapat mengucap syukur bahwa kini sudah diciptakan PLTN jenis Generasi ke-3 ataupun ke-3+, yang mampu mendinginkan bahan bakar reaktor tanpa pasokan listrik dari luar.

Jakarta, 20-11-2011

Sabtu, 28 Mei 2011

DAHLAN ISKAN Nuklir Tidak Habis Pikir

Dahlan Iskan adalah Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara P.T. PLN (Persero) yang memimpin perusahaan BUMN ini dengan cara-cara yang tidak konvensional. Selama bulan Mei ini, misalnya, seluruh jajaran PLN tidak diperbolehkan mengadakan perjalanan dinas. Alasannya: karena dalam jangka waktu satu bulan uang yang digunakan untuk perjalanan dinas sangat besar dan karena itu PLN harus belajar berhemat.

Hal lain yang tidak diketahui umum adalah bahwa Dir Ut ini tidak mengambil gajinya sebagai pejabat PLN karena beliau cukup kaya sebagai pemilik/pengelola Jawa Pos dan satu (?) pusat listrik tenaga uap dengan bahan bakar batubara di Kalimantan. Baru-baru ini beliau pergi ke RRC untuk berobat, khabarnya untuk memperoleh cangkok hati, kemudian berpetualang ke Korea Selatan untuk mengecheck mencari tahu sendiri hal ihwal pusat listrik tenaga nuklir.
Di sini perlu diterangkan bahwa jajaran P.T.PLN (persero) selama ini, sejak tahun 1970-an hingga sekarang, tidak dikenal sebagai lembaga yang mendukung pembangunan PLTN di Indonesia. Terutama dengan alasan: biaya modal yang amat tinggi dan tidak transparannya perincian biaya modal PLTN. Anehnya, mengapa tidak dapat mengakses data dari luar negeri dan mengkaji informasi yang banyak tersebar di internet ? Mengapa tidak dapat menyetujui usul-usul yang dikemukakan oleh para penjabat BATAN ?

Berikut ini adalah tulisan Dir Ut PLN yang sekarang setelah perlawatannya di Korea Selatan. Dari tulisan tersebut, yang dimuat dalam Indopos tanggal 18 Mei 2011, dapat disimak bahwa P.T. PLN (Persero) bakal berbalik 180 derajat sikapnya terhadap PLTN.

SAYA tidak habis pikir: Tetangga terdekat Jepang ini sama sekali tidak terpengaruh oleh heboh pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima. Korea Selatan tetap bersemangat, bukan saja menjalankan PLTN yang sudah ada, melainkan juga terus membangun PLTN baru. Gempa dan tsunami hebat yang menghancurkan PLTN Fukushima pada Maret lalu ternyata sebatas membuat Korsel lebih waspada.

Tidak ada satu pun PLTN di Korsel yang berjumlah 20 unit itu yang dihentikan operasinya. Bahkan, yang sedang dibangun pun tetap dikebut penyelesaiannya. Akhir bulan lalu, setelah memeriksakan liver baru saya di rumah sakit di Tianjin, saya mampir ke Korsel. Jarak ke negara itu, dari Tianjin, hanya satu jam penerbangan. Saya ingin menyaksikan benarkah pemerintah Korsel tidak terpengaruh tekanan antinuklir yang dengan kejadian di Fukushima mendapat momentum yang tepat.

Ternyata benar. Saya dibawa ke pantai tenggara Korsel yang posisinya menghadap ke arah Fukuoka, Jepang. Korsel memiliki 20 PLTN dan semuanya di pantai. Praktis, sepanjang pantai timur dan selatan Korsel padat dengan PLTN.

Di lokasi yang saya tinjau ini, misalnya. Bukan hanya PLTN yang sudah ada sebanyak 4 unit tetap beroperasi, bahkan akan ditambah lagi dua unit baru. Dua unit baru ini saya lihat sedang giat-giatnya diselesaikan. Terlihat begitu banyak pekerja di kedua proyek itu. Korsel yang dikenal disiplin pada jadwal proyek itu memang ingin menyelesaikan dua proyek PLTN itu satu bulan lebih cepat dari jadwal seharusnya: akhir tahun ini juga.

Dua unit yang sedang dalam penyelesaian itu salah satunya dibangun grup Samsung. Rupanya, Samsung pun sudah merambah ke bidang pembangunan PLTN. Ini bukan kunjungan saya yang pertama ke PLTN. Tahun lalu saya ke PLTN Genka di Kyushu, Jepang. Namun, baru kali ini saya melihat proyek PLTN yang sedang dikerjakan. Inilah kesempatan baik bagi saya untuk melihat "jantung?-nya PLTN yang tidak mungkin bisa dilihat lagi setelah proyek itu selesai.

Kebetulan tahap pembangunan PLTN oleh Samsung ini sudah mencapai titik menjelang akhir. Bangunan fisik reaktornya sudah jadi, namun masih bisa dimasuki untuk melihat dalamnya. Bagian-bagian yang berada di bawah air sudah dipasang. Tapi, karena airnya sangat jernih, bagian tersebut masih bisa dilihat samar-samar. Reaktornya sendiri yang kelak diisi uranium itu belum dipasang, tapi sudah siap di sebelah "kolam" itu. Tinggal mengangkat dan memasukkannya ke kolam, disatukan dengan bagian bawahnya yang sudah berada di dalam air.

Peralatan-peralatan lain juga sudah dipasang, tapi masih bisa ditinjau dari jarak dekat: proses steam, turbin, generator, dan ruang kontrol. Berada di dalam kubah besar bangunan PLTN yang sudah jadi, kita bisa melihat tebal dan berlapis-lapisnya material yang sangat khusus untuk dinding kubah itu. Kita juga bisa melihat sistem pendingin yang berlapis-lapis yang sudah tidak akan seperti Fukushima yang memang masih menggunakan teknologi 40 tahun lalu itu.

Ketergantungan Korsel akan PLTN memang tidak bisa dihindari lagi. Sudah terlalu besar peran PLTN untuk pasokan listrik di Korsel: sudah 30%. (30 persennya lagi PLTU batubara dan sisanya PLTG). Kalau PLTN di Korsel dihentikan, ekonomi negara gingseng yang lagi ingin mengalahkan Jepang itu bisa langsung ambruk.

Apalagi Korsel telanjur mengandalkan PLTN bukan hanya untuk kecukupan pasokannya, tapi juga untuk menjaga keandalan listriknya, efisiensinya, dan murahnya harga listrik.

Soal murah ini saya hampir-hampir tidak percaya. Sebab, ketika di Jepang tahun lalu saya mendapat keterangan harga listrik dari PLTN masih USD 17 cent/kWh. Rasanya saya tidak salah mendengar saat itu. Rasanya saya juga sudah mengulangi beberapa kali pertanyaan saya itu dan jawabnya sama: USD 17 cent/kWh. (Baru setelah di PLN saya tahu bahwa dalam menulis kWh, huruf W-nya harus besar karena berasal dari nama orang yang menemukan listrik, James Watt).

Tapi, di Korsel ini saya mendapat penjelasan yang sangat mengejutkan. Harga listrik dari PLTN hanya USD 3,9 cent/kWh. Untuk rupiah sekarang, ini hanya sekitar Rp 350/kWh. Bandingkan dengan harga listrik dari PLTU batubara yang kini sudah mencapai Rp 600/kWh. Atau bandingkan dengan harga listrik yang diproduksi dengan minyak solar di Tambak Lorok (Semarang) atau di Muara Tawar, Tanjung Priok dan Muara Karang (semuanya di sekitar Jakarta) yang saat ini mencapai Rp 3.000/kWh. Praktis, 10 kali lipat lebih mahal daripada listrik nuklir Korsel. Apalagi, kalau dibandingkan dengan produksi listrik di pulau-pulau luar Jawa yang mencapai Rp 3.500/kWh.

Saya sungguh mengira salah dengar. Lebih lima kali saya mengulangi pertanyaan saya itu. Khawatir masih salah dengar, saya minta dituliskan di atas kertas. Mula-mula saya yang menuliskannya. Dia pun membenarkan. Lalu saya minta dia sendiri yang menulis. Ternyata sama: USD 3,9 cent/kWh.

Saya masih takut teperdaya. Ketika mengunjungi PLTA (pembangkit listrik tenaga air) pumped storage di Yang Yang, tiga jam naik mobil dari Seoul, saya bertanya ke pejabat tinggi Kepco (PLN-nya Korsel). Ini berarti saya bertanya ke pihak pembeli. Saya ingin membandingkan keterangan pihak PLTN (penjual listrik) dengan keterangan Kepco sebagai pihak pembeli (untuk disalurkan ke masyarakat).

Pertanyaan saya: berapakah Kepco membeli listrik dari pembangkit-pembangkit nuklir? Jawabnya: USD 3,9 cent/kWh.

Bahkan, pejabat tinggi "PLN Korsel" itu menuliskan daftar harga listrik yang dia beli dari berbagai jenis pembangkit. Nuklir 3,9 cent, PLTU batubara: 6,0 cent, PLTA: 13,8 cent, PLTA pumped storage: 20,1 cent.

PLTA pumped storage menjadi paling mahal karena sifatnya yang khusus. Inilah pembangkit listrik yang menggunakan air, tapi hanya dijalankan lima jam sehari, yang disebut waktu beban puncak. Kalau di Indonesia, beban puncak itu terjadi antara pukul 6 sore sampai 10 malam, ketika semua orang menyalakan listrik di rumah masing-masing.

Pada jam-jam seperti itu semua air di waduk yang di atas sana ditumpahkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Setelah pukul 10 malam, ketika rumah-rumah mulai mematikan listrik, operasi dihentikan. Air yang sudah diterjunkan ke waduk bawah tadi dipompa lagi ke atas dimasukkan ke waduk atas. Begitulah terus-menerus sepanjang hari. Airnya diputar dengan cara yang amat mahal.

Untuk kali pertama PLN akan membangun proyek seperti ini di Cisokan, dekat Bandung. Setelah diadakan penelitian, untuk seluruh Jawa hanya satu tempat ini yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik sistem khusus ini.

Setelah mendapat keyakinan harga tadi, barulah saya mengerti mengapa industri di Korsel bisa mendapat harga listrik lebih murah dari Indonesia. Padahal, di Tiongkok saja, yang harga-harga barangnya lebih murah, listrik untuk industrinya lebih mahal dari Indonesia.

Dari sini juga saya tahu bahwa mati lampu di Korsel menjadi yang terbaik di dunia. Setahun hanya mati lampu 3 menit. Salah satunya karena pasokan listriknya sangat andal. (Indonesia: 2009 mati lampu 150 kali; 2010 turun jadi 50 kali; 2011 ini ditargetkan hanya 9 kali rata-rata per pelanggan per tahun).

Dari sini pula saya bisa maklum mengapa pemerintah Uni Emirat Arab tidak membatalkan proyek nuklirnya. Samsung juga yang akan mengerjakan empat unit PLTN di Uni Emirat Arab, masing-masing 1.400 MW itu. "Kami terus bekerja di sana," ujar pejabat tinggi Samsung yang menemani saya.

Tapi, tidakkah rakyat Korsel takut akan terjadi seperti di Fukushima? Itu yang membuat saya bertanya-tanya. Kalaupun pemerintahnya tidak terpengaruh, apakah rakyatnya juga tidak takut" Saya pun mencari kesempatan untuk menanyakan hal itu kepada orang biasa di keramaian Kota Seoul. Ada yang pekerjaannya sopir, ada juga yang pegawai kantor swasta.

Pertanyaan yang saya ajukan sama: apakah tidak takut dengan listrik nuklir? Jawabnya mirip-mirip: ada juga ketakutan itu, tapi tidak seberapa besar. Lalu saya bertanya lagi: seandainya rasa takut itu dibuat skala antara 1 (tidak takut sama sekali) sampai 100 (sangat takut), di skala berapakah ketakutan Anda itu? Jawab mereka juga miri-mirip: di antara skala 15 sampai 20. Wallahualam.

Dahlan Iskan
CEO PLN

Energi Berkelanjutan Untuk Pembangunan Nasional

Judul di atas adalah judul seminar internasional yang diselenggarakan oleh MPEL bersama METI pada tanggal 9 mei 2011 di Hotel Sultan Jakarta. Pembicara utama dalam seminar tersebut adalah Patrick Moore, seorang ahli ekologi terkenal yang pernah memimpin Greenpeace International dan pada tahun 1986 menghentikan kegiatannya dalam Greenpeace karena merasa kebijakan Greenpeace untuk tidak membedakan atau memisahkan program pembangunan PLTN dari perlombaan senjata nuklir adalah sikap yang amat keliru. Beliau menganggap program PLTN dunia adalah bermanfaat dan berpeluang untuk mengurangi emisi karbon.

Pidato Pembukaan Acara Seminar oleh Ketua MPEL

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bp. Menteri/Wakil, Para Penjabat Pemerintah, Dr. Patrick Moore, Para Undangan Yth., Hadirin Sekalian,

Perkenankanlah kami untuk pertama-tama memperkenalkan MPEL Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan serta METI Masyarakat Energi Baru dan Tebarukan Indonesia sebagai pelaksana acara Seminar Internasional pada hari ini dan acara Lainnya yang diselenggarakan nanti dan besok pada tanggal 10 Mei 2011.
MPEL didirikan oleh perkumpulan lanjut usia mantan pegawai BATAN dan mengadakan pengkajian serta mempromosikan masalah antar-muka energi dan lingkungan. MPEL mendukung transportasi massa dalam kota besar, tidak mendukung pembangunan jalan tol di Pulau Jawa, mendukung pengembangan double-track kereta-api dan juga kenaikan secara bertahap harga energi di Indonesia sampai ke tingkat keekonomian.
METI adalah saudara tua kami dan telah lebih lama berkiprah mengadakan pengkajian semua jenis energi EBT serta mempromosikannya.

Kedua organisasi turut mendukung pilihan energi nuklir untuk pembangkitan listrik di Indonesia. Karena itu keduanya ikut serta dalam gabungan dengan beberapa LSM lainnya dalam Forum Komunikasi Masyarakat Nuklir Indonesia FKMNI mempersiapkan acara Pernyataan Sikap yang diselenggarakan pada tanggal 3 Februari 2010.
Adapun pertimbangan untuk diselenggarakannya acara Pernyataan Sikap tersebut adalah antara lain:
Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang diinginkan oleh rakyat Indonesia menuntut dipenuhinya kebutuhan akan energi yang meningkat dengan pesat pula, khususnya listrik yang pengembangannya tertinggal;
Keterbatasan daya-beli masyarakat, ysng berakibat mengurangi pilihan jenis sumber energi, sehingga belum memungkinkan privatisasi sistem kelistrikan nasional, kesemuanya ini menyebabkan pilihan sementara jatuh pada batubara;
Kenyataan kenaikan harga energi primer yang mengacu pada minyak, yang meningkat terus;
Bakal meningkatnya pemanfaatan batubara, yang berarti dampaknya berupa kendala dalam pengangkutan dari tambang ke Pulau Jawa akan semakin ketat, demikian pula dampaknya terhadap lingkungan, selain harga listrik yang meningkat;
Kenyataan prestasi PLTN di dunia dengan telah beroperasinya lebih dari 420 PLTN secara andal dan ramah lingkungan serta menekan tarif listrik.

Namun dengan telah terjadinya kecelakaan PLTN Fukushima, seakan-akan telah membuat sirna gambaran tentang keuntungan serta manfaat pemakaian PLTN sebagai pembangkit listrik. Saat ini dampak Fukushima masih dalam proses pengkajian, yang kemungkinan akan memakan waktu hingga 6 bulan lagi.
Walaupun demikian untuk sementara dapat disimpulkan beberapa hal penting.
1. Kecelakaan Fukushima telah dinyatakan setara dengan kegawatan kecelakaan Chernobyl. Namun kenyataannya adalah: walaupun seperti Chernobyl, tetapi lebih kecil. Radioaktivitas yang tersebar diperkirakan 10% daripada Chernobyl.
2. Tidak ada reaktor yang meledak, yang ada adalah ledakan akibat gas hidrogen dalam bangunan/gedung, bukan bejana reaktor. Tidak ada korban jiwa akibat radiasi. Yang ada adalah korban kecelakaan dalam industri, hal yang biasa.
3. Adanya radioaktivitas yang lepas ke lingkungan adalah akibat penglepasan gas dari reaktor untuk mencegah kemungkinan kerusakan pada bejana reaktor. Kebocoran radioaktivitas telah dapat ditangani, sehingga untuk selanjutnya diperkirakan bersifat lokal.
Berdasarkan hal-hal tersebut kami memberanikan diri untuk menyatakan tetap tegarnya pilihan teknologi nuklir, sekalipun saat ini masih ada keraguan.

Jatuhnya pilihan terhadap nuklir adalah terutama dari segi ekonomi jangka panjang.
Minyak dan gasbumi terlalu mahal, minyak saat ini sudah melewati $ 110/bbl, sehingga harga energi lainnya terseret naik.
Panasbumi terbatas, karena walaupun dari segi sumberdaya perkiraan jatuh sekitar 27000 MW tetapi yang dapat direalisasikan hanyalah sekitar sepertiga. Sebabnya adalah ia sulit direncanakan dengan pasti.
Biaya modal PLTN lebih tinggi daripada jenis pembangkit lainya, tetapi dengan sistem kelistrikan masih berbentuk monopoli BUMN, ekonomi pembangkitan listrik nuklir tetap unggul ketimbang yang lainnya.
Impor teknologi dan bahan bakar nuklir meningkatkan optimalisasi sumberdaya energi karena batubara, minyak dan gasbumi bisa diekspor apabila tidak digunakan di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah.

Akhir-akhir ini pilihan nuklir dipacu oleh upaya penanggulangan pemanasan global.
Indonesia pun ikut, dengan dicanangkannya sasaran pengurangan 26% pada tahun 2025. Peran gas rumah kaca dalam sektor energi Indonesia relatif lebih kecil ketimbang sektor lainnya seperti kehutanan.
Status pemanasan global saat ini: telah timbul kekhawatiran bahwa upaya mengurangi emisi gas rumah kaca masih jauh dari memadai. Upaya untuk mengurangi kenaikan suhu hanya sebatas 2 derajat Celsius ditengarai dapat mengalami kegagalan.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, maka MPEL dan METI bersepakat untuk mengadakan acara dua hari ini dan untuk mendapatkan masukan dari salah seorang tokoh pembangunan berkelanjutan. Dr. Patrick Moore adalah seorang tokoh internasional.
Kami juga turut mengundang seorang perwakilan dari Jepang untuk memberikan pencerahan mengenai kecelakaan PLTN Fukushima serta untuk mengetahui upaya penanggulangan bahaya dan perlindungan terhadap masyarakat sekitar.
Sudah barang tentu tidak luput pula kami mengundang wakil Pemerintah, wakil rakyat dari Komisi VII DPR dan wakil Akademisi serta anggota Dewan Energi Nasional.

Semoga presentasi dalam acara dua hari ini, dan khususnya acara pada hari ini, akan memberikan pencerahan dan masukan penting bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Senin, 14 Februari 2011

Pilihan Energi Nuklir Adalah Pilihan Yang Ramah Lingkungan

1. PLTN itu ramah lingkungan, sedikit sekali emisi apa pun dan amat andal! Telah dikemukakan sebelumnya bahwa operasi PLTN tidak ada kebocoran.Bila terjadi kebocoran maka pemilik/pengelola bakal rugi besar karena operasi PLTN harus dihentikan guna membenahi kebocoran. Jadi segala upaya dikerahkan untuk mencegah kebocoran. (Lihat/simak masukan tertanggal 25 Januari 2011.)

2. Tetapi pernah terjadi dua peristiwa penting, yaitu Three Mile Island-2 (TMI-2) pada tahun 1979 di Harrisburg, Pennsylvania, Amerika Serikat, dan Chernobyl-4 pada tahun 1986 di dekat kota Pripyat, Ukraina (ketika itu masih bagian dari Uni Sovyet). Yang pertama tidak menimbulkan korban, jiwa ataupun cedera, tetapi trauma berat dalam lingkungan penduduk sekitar. Yang kedua memakan korban: korban jiwa sampai 61 orang sebagian besar staf pusat listrik yang bertindak memadam kebakaran, serta korban penduduk melebihi 110.000 orang yang terpaksa harus mengungsi. Bagaimana mencegah berulangnya peristiwa semacam itu?

3. Terjadinya peristiwa TMI-2 adalah akibat dua kegagalan peralatan, dua kali kesalahan operator dan juga adanya kekurangan sewaktu konstruksi serta kekurangan dalam desain PLTN. Hal ini akan dikupas dalam blog tersendiri; namun secara ringkas urutan kejadiannya adalah sebagai berikut: (a) Pompa pemasok air ke siklus sekunder gagal, menyebabkan air tidak masuk ke siklus sekunder, (b) Pompa pemasok air cadangan bekerja tetapi air tetap tidak masuk siklus sekunder, karena operator lalai/lupa membuka katup, (c) Suhu air siklus sekunder meningkat karena tidak memperoleh tambahan air, sehingga air siklus primer tidak mengalami pendinginan, (d) karena suhu meningkat, tekanan air primer naik, sehingga katup pengatur tekanan (pressurizer) terbuka supaya tekanan menurun, dan air keluar dari sistem primer melalui katup, (e) sistem pendingin darurat mulai berfungsi menyemprot air ke arah teras bagian atas, menambah air ke sistem primer, (f) operator membaca meter air keluar terus menerus dari bejana tekan, (g) operator menyimpulkan bahwa di dalam bejana tekan terlalu banyak air sehingga sistem pendingin darurat dimatikan, padahal air keluar terus akibat katup pengatur tekanan macet (tidak terlihat karena tidak ada CCTV), (h) teras reaktor bagian atas terungkap dan meleleh.

4. Insiden yang menimpa TMI-2 pada tahun 1979 itu menyebabkan PLTN tersebut tidak dapat dioperasikan lagi sehingga pemilik PLTN menderita kerugian finansial yang besar. Karena itu, dalam lingkungan industri nuklir hal tersebut telah memicu perbaikan dan penyempurnaan teknologi nuklir jenis PWR, BWR dan PHWR sehingga keamanan operasi dan keselamatan reaktor nuklir kini lebih terjamin. Antara lain kini prosedur tetap bila terjadi kelainan operasi ialah: operator dilarang menjamah tombol-tombol operasi selama 30 menit guna memberi waktu untuk mempertimbangkan tindakan apa yang paling tepat dilakukan.

5. Dalam peristiwa Chernobyl-4 regu operator diminta untuk melakukan suatu percobaan yang bertujuan: mengetahui apakah PLTN dapat dioperasikan terus dengan listrik yang dibangkitkannya sendiri seandainya pasokan listrik dari luar tiba-tiba berhenti, dan bila ya untuk berapa lama. Tetapi percobaan diperintahkan untuk ditunda dahulu selama beberapa jam, hal mana berakibat fatal. Ketika percobaan dimulai lagi operator mengalami kesulitan mengendalikan reaktor: ternyata batang kendali harus ditarik hampir seluruhnya keluar dari teras reaktor sehingga kemampuan mengendalikan reaksi berantai sangat berkurang. Batang-kendali pengaman pun di by-pass oleh operator dengan maksud mempercepat percobaan. Terjadilah ledakan sampai atap bangunan terbuka menganga, batang bahan bakar terkelupas dan zat radioaktif terdorong tersebar ke atas dan moderator grafit mengalami kebakaran. Regu operasi mencoba memadamkan api.

6. Kecelakaan Chernobyl-4 pada tahun 1986 adalah akibat salah pilih falsafah keselamatan nuklir (tidak dibangun kubah pengungkung untuk menahan lepasan zat radioaktif), kekeliruan kebijakan operasi PLTN (operator diperintahkan untuk melakukan percobaan dengan pusat listrik) dan kecerobohan operator (memby-pass perangkat pengamanan reaktor). Sebagaimana insiden TMI-2, kecelakaan Chernobyl juga akan dikupas dalam blog tersendiri.

7. Bagaimana dengan pernyataan bahwa PLTN itu ramah lingkungan? Dalam operasi normal emisi dari PLTN dapat dikatakan nyaris tanpa emisi yang dapat membawa dampak negatif terhadap penduduk sekelilingnya. Tetapi tidak berarti bahwa operasi PLTN tidak menghasilkan limbah, termasuk limbah yang berbahaya. Namun pengertian istilah limbah di dalam industri nuklir haruslah dibedakan dari pengertian sehari-hari dengan istilah ”sampah” Limbah dan sampah kedua-duanya ada, tetapi dalam industri nuklir semuanya dikelola dan dikendalikan sehingga tidak berdampak kepada penduduk.

8. Inilah keunikan industri nuklir: yaitu satu-satunya industri yang melaksanakan pengamanan dan menangani keselamatan mulai dari hulu sampai ke ujung hilir. Semuanya dilakukan nyaris tanpa emisi gas buang ataupun limbah cair. Praktis tidak ada pembuangan ke lingkungan sekitar dari pembangkitan listrik nuklir, setidaknya dari PLTN jenis air. Kalaupun ada yang lepas dari operasi normal (bahkan yang tidak normal seperti pada insiden TMI-2), waktu parohnya pendek dan cepat hilang. Limbah nuklir yang berpotensi membahayakan, seluruhnya masih di dalam bahan bakar bekas dan diamankan/disimpan, atau, apabila diproses-ulang guna memanfaatkan sisa bahan fisil, limbahnya dimampatkan dalam gelas (vitrifikasi) dan diamankan/disimpan.

9. Limbah nuklir terdiri atas tiga kelompok atau kategori, menurut bahaya radiasinya: low-level, intermediate level, dan high-level. Yang low-level pengelolaannya serupa dengan yang terjadi di rumah-rumah sakit yang menggunakan zat-zat radioaktif untuk diagnosa atau analysis. Barang-barang yang terkontaminasi umumnya terkena oleh zat radioaktif yang berumur pendek. Radiasinya cepat meluruh dan barang-barangnya dapat dicuci kembali dan dipakai lagi. Yang kontaminasinya agak berat bisa dibakar. Jenis barang yang terkena kontaminasi adalah pakaian, jas laboratorium dan sarung tangan.

10. Yang intermediate-level dikelola secara lebih khusus dan di-isolasikan dari benda lainnya. Jika mungkin bisa dipadatkan dan/atau dimampatkan dan disimpan dalam tempat penyimpanan khusus. Bila mungkin bisa dipendam atau dikubur di tempat yang terisolasi. Jenis barang yang terkena zat radioaktif adalah bahan filter, zat-zat kimia yang digunakan untuk penyaringan zat radioaktif atau zarah mikro dari air, dan semacamnya.

11. Limbah yang berumur panjang dan paling berbahaya adalah hasil pembelahan inti yang semuanya masih terkungkung di dalam batang-batang bahan bakar, yang matriksnya adalah UO2, semacam bahan keramik yang keras. Hasil-belah dari pembelahan inti U-235 ada yang berupa gas, tetapi terperangkap di dalam batang bahan bakar. Semua batang bahan bakar bekas dikelola dan dijaga, pada umumnya disimpan dahulu di dalam kolam air sampai keradioaktipannya sudah banyak meluruh. Semua batang bahan bakar bekas dari 104 PLTN di Amerika Serikat sampai saat ini masih tersimpan dengan terjaga di dalam kolam air. (Kebijakan yang dianut oleh Amerika Serikat sejak zaman Carter tahun 1976-8: bahan bakar nuklir bekas-pakai tidak boleh di-proses ulang. Lain dengan kebijakan di Eropa dan Jepang: bahan bakar bekas boleh di-proses-ulang untuk memperkecil voluma limbah seraya memanfaatkan uranium dan plutonium yang tersisa).

Sabtu, 29 Januari 2011

Operasi PLTN Aman dan Andal

1. Saat ini di seluruh dunia terdapat 442 PLTN (data dari IAEA) di 29 negara yang beroperasi siang malam secara aman dan andal.
2. Mengapa hanya 29 negara dan bukannya 180 negara sesuai keanggotaan dalam PBB? Alasannya íalah: PLTN hanya ekonomis apabila dibangun dalam satuan yang besar, minimal 600-700 MW, tetapi lebih ekonomis lagi kalau 1000 MW atau bahkan 1600 MW. Jadi jaringan listrik yang tersedia ketika PLTN 700 MW mulai beroperasi minimal harus sebesar 7000 MW; jika tidak maka dapat timbul ketidak-stabilan jaringan listrik bilamana karena sesuatu hal PLTN tiba-tiba terganggu operasinya. Nah, belum banyak negara di dunia yang memiliki satu jaringan listrik sebesar minimal 6000-7000 MW.
3. Selain itu, biaya modal yang diperlukan untuk membangun PLTN cukup tinggi dibandingkan dengan biaya untuk membangun PLTU-batubara – per kWnya sekitar 50% persen lebih tinggi. Tambah lagi, karena pemilihan opsi nuklir sebagai bahan bakar akan melibatkan banyak masalah yang harus ditangani dan dipersiapkan, maka tidaklah mudah bagi sesuatu negara untuk memilih opsi PLTN. Kita di Indonesia kini memiliki tiga reaktor riset yang dikelola oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan sudah memiliki Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), dan menurut pendapat International Atomic Energy Agency (IAEA) sudah memiliki infrastruktur yang cukup lengkap guna menunjang pembangunan PLTN, namun kita masíh belum mulai membangun PLTN yang pertama.
4. Tetapi PLTN itu operasinya aman dan tidak ada kebocoran. PLTN selain menghasilkan bahang/panas yang dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik, juga menghasilkan zat radioaktif yang memang berbahaya karena terus menerus mengeluarkan sinar atau radiasi sampai akhirnya sirna sendiri. Tetapi dalam PLTN zat radioaktif itu terkendali, bahkan harus dikelola terus menerus pengamanan dan penyimpanan bahan bakar bekasnya. Apabila terjadi kebocoran, pemilik/ pengelola PLTN akan mengalami kerugian karena reaktor harus dihentikan operasinya (instalasi yang berhenti tidak akan menghasilkan uang). Maka dari itu pemilik/ pengelola PLTN mencegah segala kemungkinan kebocoran.
5. Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran? Jawabnya: melalui pelaksanaan program jaminan mutu dalam setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN: desain, konstruksi, manufaktur, instalasi, komisioning, operasi, dan dekomisioning. Program jaminan mutu dilaksanakan oleh organisasi yang terpisah dari kontraktor, jadi ia harus mandiri dan hal ini diwajibkan dan di-verifikasi oleh badan pengawas atau regulator.
6. Selain itu IAEA juga akan turut memantau perkembangan suatu proyek PLTN, mulai dari awal perencanaan, sampai ke tahap pembangunan, konstruksi, instalasi dan operasinya. Salah satu kewajiban IAEA yang harus dihormati oleh negara pemilik PLTN ialah untuk memastikan bahwa tidak ada penyelewengan penggunaan bahan bakar nuklir untuk maksud lain selain pembangkitan listrik.
7. Sedemikian bagusnya pelaksanaan program jaminan mutu dalam pembangunan PLTN di seluruh dunia, di bawah pengawasan regulator atau badan pengawas, maka operasi PLTN pada umumnya memperlihatkan keamanan dan keandalan yang tinggi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat di mana terdapat 104 PLTN, rata-rata faktor bebannya di atas 90 persen. Ini berarti bahwa tiap PLTN rata-rata beroperasi pada kapasitas penuh selama lebih dari 90% X 8760 jam setahun = 7884 jam setahun.
8. Menurut data IAEA, faktor ketersediaan energi untuk seluruh PLTN di dunia sejak awal operasinya hingga tahun 2009 adalah 77,1 persen. Data PLTN IAEA dapat dilihat di url sbb: http://www.iaea.or.at/programmes/a2/

Senin, 24 Januari 2011

Pilih Jenis Pembangkit Yang Paling Murah

1. Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) harus segera dibangun di Indonesia, demi pasokan listrik tahun 2020. Karena itu harus diperjuangkan sejak sekarang oleh kaum muda yang kelak akan mengelola program nuklir nasional pasca tahun 2020.

2. Masalahnya permintaan listrik meningkat 7% setahun, yang berarti setiap 10 tahun berlipat ganda. Jika sekarang (2010) kapasitas listrik terpasang sebanyak 40000 MW maka dalam tahun 2030 akan diperlukan 160000 MW. Jadi tambahan yang diperlukan sebanyak 120000 MW dalam jangka waktu 20 tahun. Berarti setiap tahunnya perlu tambahan 6000 MW.

3. Bagaimana pada tahun 2050, yaitu hanya 40 tahun ke depan? (Ingat, 40 tahun ke belakang adalah tahun 1970, yaitu awal Orde Baru, jadi tidak lama di waktu lalu). Jika pertumbuhan tetap 7 persen setahun untuk menopang perkembangan ekonomi 6 persen setahun maka kapasitas listrik yang diperlukan pada tahun 2050 adalah 640000 MW. Sejak sekarang akan diperlukan tambahan rata-rata 600000/40 = 15000 MW setiap tahun ! Fantastis bukan?

4. Maka mustahil lah pertumbuhan 7 persen setahun selama 40 tahun. Pasti nanti laju pertumbuhan akan menurun seiring dengan menurunnya laju perkembangan ekonomi. Namun angka untuk 20 tahun ke depan tidak akan jauh dari keperluan untuk membangun 6000 MW setahun setiap tahunnya. Total tambahan yang diperlukan 120000 MW. Untuk ini sumberdaya panasbumi Indonesia (terbesar di dunia) hanyalah 27000 MW. Selebihnya, jika tidak mau menggunakan nuklir, harus dari gas bumi dan batubara.

5. Sumberdaya gas bumi cukup besar, tetapi ia terlalu mahal bila hanya mau dipakai untuk pembangkitan listrik. Baik sebagai bahan bakar untuk transportasi karena lebih murah ketimbang BBM, tetapi harus dibangun Terminal LNG dan/atau memakai gas LPG. Atau dapat di-ekspor untuk memperoleh devisa: harga gas alam di kawasan Asia Pasifik cukup tinggi (di atas $ 6/MMBtu) ketimbang harganya di Amerika Serikat yang kini sekitar $ 4,5/MMBtu.

6. Batubara harganya meningkat terus, terangkat oleh harga minyak internasional yang kini sekitar $ 90/bbl menjadi setaraf $ 90/ton. Hal ini berarti biaya bahan bakar untuk pembangkitan listrik dengan batubara menjadi Rp. 400/kWh atau 4,4 sen $AS/kWh. Ditambah biaya modal dan operasi & perawatan paling sedikit biaya pembangkitan listrik memakai batubara menjadi 7 sen $AS/kWh. Padahal dengan PLTN bisa di bawah 5 sen $AS/kWh!

Senin, 03 Januari 2011

Perlunya Program Nuklir

1. Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) harus segera dibangun di Indonesia, demi pasokan listrik tahun 2020. Karena itu harus diperjuangkan sejak sekarang oleh kaum muda yang kelak akan mengelola program nuklir nasional pasca tahun 2020. Masalahnya permintaan listrik meningkat 7% setahun, yang berarti setiap 10 tahun berlipat ganda. Jika sekarang kapasitas listrik terpasang sebanyak 35000 MW maka dalam tahun 2030 akan diperlukan 140000 MW. Jadi tambahan yang diperlukan sebanyak 105000 MW dalam jangka waktu 20 tahun. Berarti setiap tahunnya perlu tambahan 5000 MW. Bahan bakarnya dari mana dan berapa besar biayanya?

2. PLTN itu aman dan tidak ada kebocoran. PLTN selain menghasilkan bahang/panas yang dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik, juga menghasilkan zat radioaktif yang memang berbahaya karena terus menerus mengeluarkan sinar atau radiasi sampai akhirnya sirna sendiri. Tetapi dalam PLTN zat radioaktif itu terkendali bahkan harus dikelola pengamanan dan penyimpanannya. Apabila terjadi kebocoran, pemilik/ pengelola PLTN akan mengalami kerugian karena reaktor harus dihentikan operasinya (instalasi yang berhenti tidak akan menghasilkan uang). Maka dari itu pemilik/ pengelola PLTN mencegah segala kemungkinan kebocoran.

3. PLTN itu ramah lingkungan, sedikit sekali emisi apa pun dan amat andal! Insiden TMI-2 pada tahun 1979 telah memicu perbaikan dan penyempurnaan teknologi nuklir sehingga keamanan lebih terjamin. Kecelakaan Chernobil-4 pada tahun 1986 adalah akibat salah pilih falsafah keselamatan nuklir, kekeliruan kebijakan operasi PLTN dan kecerobohan operator.

4. Nuklir diperlukan dalam bauran energi Indonesia untuk meningkatkan keamanan pasokan listrik dan untuk meraih keunggulan ekonomi (harga batubara akan naik terus mengikuti harga minyak internasional, berarti biaya pembangkitan listrik dari PLTU-batubara akan meningkat terus). Sedang biaya pembangkitan listrik dari PLTN tidak terpengaruh harga minyak.

5. Ketergantungan kepada luar negeri dalam pengelolaan program nuklir nasional tidak dapat dihindari, khususnya pada tahap-tahap awal. Namun Indonesia dapat berupaya keras untuk secara lambat laun mengurangi ketergantungan dengan meningkatkan peran industri nasional. Ketergantungan tidak membahayakan program nuklir nasional karena di dunia terdapat cukup banyak pemasok teknologi nuklir dan bahan bakar nuklir.