Minggu, 20 November 2011

Esensi Fukushima

Delapan bulan telah berlalu sejak kecelakaan yang menimpa empat buah PLTN di Fukushima Daiichi, tetapi masih saja ada orang yang menganggap kecelakaan tersebut sebagai malapetaka besar. Benarkah pendapat seperti itu?

Memang benar bahwa kecelakaan tersebut adalah kecelakaan nuklir yang berdampak sangat merugikan masyarakat Jepang, kecelakaan nuklir ketiga yang pernah terjadi sesudah Three Mile Island-2 pada tahun 1979 dan Chernobyl-4 pada tahun 1986. Namun harus diakui bahwa kecelakaan Fukushima berdampak lebih besar daripada Three Mile Island-2, tetapi lebih kecil daripada Chernobyl-4. Fukushima dan Three Mile Island-2 sama-sama tidak menimbulkan korban jiwa ataupun korban cidera radiasi. Ke-empat PLTN Fukushima, dari sejumlah enam buah, yang rusak tidak dapat digunakan lagi; demikian juga Three Mile Island-2. Kelima reaktor mengalami pelelehan bahan bakar, dengan catatan satu PLTN Fukushima pelelehannya terjadi di dalam kolam penyimpanan sementara bahan bakar, bukan di dalam reaktor. Pelelehan terjadi akibat kehilangan pendinginan bahan bakar. Ini disebabkan gempa yang memutus pasokan listrik dari jaringan, dan tsunami yang melumpuhkan pembangkit diesel cadangan.

Dibandingkan dengan Chernobyl-4, penglepasan zat radioaktif dari ke-empat PLTN Fukushima menurut perkiraan para ahli hanya sepersepuluh jumlah yang dihamburkan oleh Chernobyl-4. Tetapi Pemerintah Jepang mengungsikan 100 ribu warganya dari jari-jari 20km sekitar PLTN Fukushima Daiichi, dibandingkan dengan 130 ribu warga dari sekitar Chernobyl-4. Bedanya, pengungsian di Jepang ini sifatnya sementara dan merupakan tindakan berjaga-jaga; sedang pengungsian di Ukraina boleh dikata tindakan tetap dan disebabkan tingkat radiasi yang tinggi. Pada awal tahun 2012 para pengungsi di Jepang diharapkan sudah dapat kembali bermukim di tempat semula.

Dampak lainnya yang besar akibat Fukushima adalah terhadap sistem kelistrikan Jepang. Sebelas PLTN yang berhasil mematikan diri ketika gempa terjadi, belum ada yang beroperasi lagi; demikian juga PLTN lainnya yang kebetulan sedang tidak beroperasi. Kini Pemerintah Jepang telah menetapkan agar semua PLTN di Jepang harus menjalani Stress Test sebelum diberi izin operasi. Menghadapi musim dingin, sampai berapa jauh konsumen listrik Jepang akan dapat mengikuti himbauan untuk menghemat pemakaian listrik? Dan kekurangan pasokan listrik terpaksa harus diisi dengan menambah penggunaan fosil, terutama gas dari LNG. Indonesia salah satu sumbernya.
Akibat lain adalah perubahan kebijakan nuklir beberapa negara Eropa: Jerman yang bulan Mei lalu menghentikan operasi 8 PLTN dan mengumumkan penghentian operasi yang lainnya pada tahun 2021 dan 2022, Italia dan Swiss yang urung membangun PLTN, belakangan disusul oleh Belgia. IAEA menurunkan proyeksi kapasitas terpasang PLTN dunia untuk tahun 2030 dan 2050 sebanyak masing-masing 8 dan 7 persen. Negara-negara Asia, baik yang sudah memiliki PLTN maupun yang belum, masih tetap dengan rencana nuklirnya masing-masing.

Jadi esensi kecelakaan Fukushima ialah bahwa PLTN kehilangan kemampuan pendinginan bahan bakar, dan hal ini disebabkan oleh tsunami. Gempa skala Richter 9 bukan penyebabnya yang langsung. Teknologi nuklir telah diterapkan dengan baik, karena ketika gempa terjadi semua reaktornya otomatis mati. Tetapi prakiraan besarnya tsunami yang meleset: pada tahun 1960-an diperkirakan tsunami terbesar setinggi 5,7 meter. Ketentuan ini diubah pada tahun 2000 menjadi 10 meter. Tsunami yang datang pada tanggal 11 Maret 2011 setinggi 14 meter! Inilah yang melumpuhkan 12 dari 13 pembangkit diesel cadangan.
Dengan demikian kecelakaan Fukushima adalah murni akibat bencana alam. Kita dapat mengucap syukur bahwa kini sudah diciptakan PLTN jenis Generasi ke-3 ataupun ke-3+, yang mampu mendinginkan bahan bakar reaktor tanpa pasokan listrik dari luar.

Jakarta, 20-11-2011

Tidak ada komentar: