Sabtu, 13 September 2008

Walhi Ketinggalan Zaman

Jakarta 13 September 2008

Pada tanggal 11 September 2008 harian Kompas memuat berita tentang pernyataan Walhi Indonesia dan Walhi Jawa Barat mengenai PLTN, yang dibuat dalam suatu diskusi yang diselenggarakan di ITB. Pernyataan itu berupa keberatan-keberatan Walhi atas rencana Pemerintah untuk membangun PLTN di Jawa, antara lain karena biaya modal yang tinggi, tidak cukupnya sumberdaya manusia terlatih, faktor keselamatan operasi PLTN dan kemungkinan terjadinya musibah akibat gempa..

Keberatan-keberatan yang dikemukakan oleh Walhi dalam acara diskusi di ITB tersebut boleh dikatakan ketinggalan zaman. Dengan kenaikan harga energi yang mengacu pada harga minyak internasional sejak awal tahun 2004, yang tidak kurang dari tiga kali lipat, biaya pembangkitan listrik dengan memakai bahan bakar nuklir adalah yang paling rendah ketimbang alternatif lainnya seperti batubara dan gas bumi. Sehingga perkembangan kelistrikan dunia sekarang sudah melirik bahan bakar nuklir sebagai bahan bakar yang paling diminati untuk pembangkitan listrik dalam skala besar. Bahkan hanya tinggal soal waktu saja negara Eropa seperti Jerman dan Italia sekalipun, yang mempunyai undang-undang yang akan/sudah menghentikan operasi PLTN, bakal mengambil langkah yang berlawanan. Dalam era globalisasi masa kini dan untuk masa mendatang, tidak ada alasan bagi sesuatu negara untuk tidak memanfaatkan peluang dari tersedianya teknologi nuklir, guna menempuh kebijakan yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi. Alasan ketergantungan kepada negara lain untuk bahan bakar dan untuk teknologi, dengan sendirinya terbantah oleh tersedianya pasaran dunia di mana negara peminat tinggal memilih sendiri pasokannya dari mana. Alasan keamanan dan keselamatan juga terbantah dengan beroperasinya 439 PLTN di 30 negara lebih secara andal dan menguntungkan. Kemudian kalau mau menunggu sampai tersedianya cukup sumberdaya manusia yang terlatih, mau menunggu berapa lama lagi ? Bukankah dengan melancarkan proyek pembangunan PLTN justru sumberdaya manusianya dapat dengan cepat dipersiapkan ?

Lagipula dengan melancarkan program pembangunan PLTN bahan bakar nuklir menggantikan peran gas bumi dan batubara yang kedua-duanya dapat di-ekspor. Dengan demikian tercapailah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya energi.

Demikianlah tanggapan Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan..

Sabtu, 26 Juli 2008

PLTN: Pilihan Yang Tak Terhindarkan

1. Pemenuhan kebutuhan energi menimbulkan perebutan energi dalam skala global: minyak, gas, dan batubara. Dipicu antara lain oleh India dan China sebagai negara haus energi dan karena pertumbuhan industrinya.

Pertumbuhan ekonomi dunia memerlukan asupan energi, yaitu energi komersial seperti minyak dan gas bumi, batubara, tenaga air dan tenaga nuklir, serta panasbumi, dan juga energi non-komersial yaitu biomassa seperti kayu dan arang kayu. Terdapat korelasi yang erat antara pertumbuhan perkembangan ekonomi dengan pertumbuhan konsumsi energi komersial[1]. Dalam penggunaan energi komersial di dunia prosentase pangsa minyak bumi masih yang terbesar, walaupun batubara juga mendekati.

Selain itu minyak menjadi acuan utama untuk harga energi internasional, karena sifatnya yang luwes dan mudah dikelola dan diperlakukan (disimpan dan diangkut). Mulai awal tahun 2004, dengan situasi ketersediaan minyak yang semakin mengetat pada harga sekitar $30/bbl, maka harga minyak intenasional meningkat. Peningkatan berlanjut dan pada awal tahun 2008 mencapai $100/bbl.

Sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah, harga beberapa jenis bbm pun mengalami gejolak yang serupa. Demikian pula dengan harga gas alam dan harga batubara. Peningkatan yang pesat selama enam bulan pertama tahun 2008 telah menimbulkan suasana krisis melanda perekonomian negara. Akibatnya Pemerintah R.I. terpaksa menaikkan harga bbm pada bulan Mei 2008.

Bersamaan dengan gejolak perkembangan harga minyak mentah dan bbm selama beberapa tahun terakhir ini, laju pertumbuhan ekonomi China dan India semakin melejit dan permintaan akan pasokan minyak kian melonjak. Hal inilah yang antara lain mendorong terus kenaikan harga minyak sehingga mencapai tingkat $90/bbl pada akhir tahun 2007 dan kini (akhir Juni 2008) sudah menembus $ 140/bbl.

Menurut Energy Information Administration (EIA), Departemen Energi Amerika Serikat, data dari Oil & Gas Journal (OGJ) menunjukkan bahwa cadangan terbukti minyak China adalah 18,3 milyar barrel pada Januari 2006, sedang angka untuk India adalah 5,6 milyar barrel pada Januari 2007. Diperkirakan oleh EIA bahwa produksi minyak China tahun 2006 mencapai 3,8 juta barrel sehari, sedang konsumsi minyak China tahun 2006 diperkirakan mencapai 7,4 juta barrel sehari, atau naik 500 ribu barrel sehari ketimbang tahun 2005. Untuk India, produksi minyak adalah 846 ribu barrel sehari pada tahun 2006, sedang konsumsi minyak mencapai 2,63 juta barrel minyak sehari. Diramalkan pula bahwa kenaikan permintaan minyak China tahun 2006 merupakan 38 persen dari seluruh kenaikan permintaan dunia, sedang kenaikan permintaan India adalah 100 ribu barrel sehari untuk tahun 2007 dan 2008[2].

Saat ini samasekali belum ada gambaran kapan harga minyak internasional akan melandai di tahun-tahun mendatang. Namun hampir dapat dipastikan tidak akan jatuh lagi di bawah $80/bbl[3] (atau hampir tiga-kali lipat harga pra-2004). Bahkan dalam enam bulan tahun 2008 ini telah meningkat sekitar 50 persen.

2. Cadangan minyak dunia, cadangan gas dunia, dan cadangan batubara dunia diperkirakan cukup sampai akhir abad ke-21. Mengapa nuklir menjadi incaran ?Harga ketiga energi fosil dengan minyak sebagai acuan cenderung terus meningkat sejalan semakin besarnya permintaan.

Pandangan para ahli adalah bahwa dari segi sumberdaya, ketersediaan cadangan minyak dunia sampai akhir abad ke-21 ini tidak perlu dirisaukan. Cadangan terbukti minyak dunia tahun 2007 adalah 1237,9 milyar barrel; sedang gas alam adalah 6263,3 trilyun cubic feet; dan batubara adalah 847,49 milyar ton[4]. Yang patut dirisaukan adalah ketersediaan kapasitas produksi dan pasokan minyak mentah dan bbm dunia. Kedua hal ini bergantung pada perkembangan harga internasional dan perkembangan kebijakan OPEC. Apabila harga naik, dapat dipastikan bahwa investasi untuk kapasitas produksi akan meningkat pula, baik untuk minyak mentah maupun untuk bbm[5].

Peran energi nuklir adalah dalam pasokan tenaga listrik. Perkembangan konsumsi listrik dunia lebih cepat meningkat ketimbang konsumsi energi primer, karena selain tenaga listrik dibutuhkan untuk menggerakkan dan menghidupkan semua perangkat yang membuat kehidupan manusia lebih nyaman ia juga sangat dibutuhkan oleh sektor industri, dan tenaga listrik juga sama luwesnya dengan minyak dan bbm, kecuali bahwa tenaga listrik tidak dapat dengan mudah disimpan[6].

Dengan kenaikan harga minyak yang meningkat sejak tahun 2004, maka harga gas juga meningkat sama pesatnya. Harga gas di Amerika Serikat kini bahkan sudah di atas $10/mmBtu.

Ini menyebabkan biaya pembangkitan listrik yang paling murah adalah dari batubara dan nuklir yang keduanya sebanding, yaitu di bawah harga $0,05/kWh[7]. Bahkan menurut World Nuclear Association, sejak tahun 2005 biaya pembangkitan listrik nuklir adalah yang paling rendah di mana pun di dunia kecuali di mulut tambang batubara yang harganya murah.

Karena adanya peluang listrik nuklir lebih rendah biaya pembangkitannya ketimbang listrik batubara, maka perusahaan listrik di seluruh dunia terpaksa mengkaji kembali kemungkinan memanfaatkan teknologi nuklir. Harga batubara pun turut meningkat dengan naiknya harga minyak internasional dan harga gas.

Selain itu, listrik nuklir terbukti ramah lingkungan (tanpa emisi SOx, NOx, dan CO2), juga ada kecenderungan PLTN dapat dioperasikan selama 60 tahun[8].

3. Negara-negara pemakai PLTN. Data negara pemakai, kapasitas yang dimilikinya, negara-negara yang akan membangun PLTN, termasuk kapasitas dan jenis reaktor.

Dewasa ini ada 30 negara yang memiliki PLTN komersial, yang jumlahnya 439 dengan kapasitas total 372 GW. Berikut tabel negara dan jumlah PLTN serta kapasitasnya.

Tabel 1. PLTN Beroperasi Komersial

(IAEA 19 Juni 2008)

Negara

Jumlah satuan

Jumlah kapasitas (MWe)

Afrika Selatan

2

1800

Amerika Serikat

104

100582

Argentina

2

935

Armenia

1

376

Belanda

1

482

Belgia

7

5824

Brazil

2

1795

Bukgaria

2

1906

China

11

8572

Finlandia

4

2696

Hongaria

4

1829

India

17

3782

Inggeris Raya

19

10222

Jepang

55

47587

Jerman

17

20470

Kanada

18

12589

Korea Selatan

20

17451

Lithuania

1

1185

Meksiko

2

1360

Pakistan

2

425

Perancis

59

63260

Republik Czech

6

3619

Republik Slovakia

5

2034

Rumania

2

1300

Rusia

31

21743

Slovenia

1

666

Spanyol

8

7450

Swedia

10

9014

Swiss

5

3220

Ukraina

15

13107

Total Dunia[9]

439

372202

Adapun jumlah PLTN di seluruh dunia menurut jenis terdapat dalam tabel berikut. Jenis yang paling banyak adalah jenis PWR, yang juga paling banyak perusahaan pemasoknya.

Tabel 2. PLTN Yang Beroperasi Komersial Menurut Jenis

(IAEA, 19 Juni 2008)

Jenis PLTN

Jumlah Satuan

Jumlah Kapasitas (MWe)

BWR

94

85287

FBR

2

690

GCR

18

9034

LWGR

16

11404

PHWR

43

22358

PWR

265

243429

Total

438

372202

Menurut data per Juni 2008 yang dihimpun secara terus menerus oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency atau IAEA), jumlah PLTN yang dewasa ini sedang dibangun di seluruh dunia adalah 34 buah, yaitu 6 di Rusia, 6 di India, 6 di China, 3 di Korea Selatan, 2 masing-masing di Bulgaria, Taiwan dan Ukraina, dan satu masing-masing di Amerika Serikat, Argentina, Finlandia, Iran, Jepang, Perancis dan Pakistan, dengan kapasitas total 28,4 GW.

Untuk memberikan gambaran mengenai PLTN di negara berkembang, berikut ini dikutipkan dua tabel PLTN yang beroperasi di India dan di China.

India termasuk negara yang paling awal membangun PLTN: PLTN pertama adalah jenis BWR yang diimpor dari Amerika Serikat. Selanjutnya yang dibangun adalah jenis PHWR melalui kerjasama dengan Kanada. Tetapi setelah India mengadakan percobaan ledakan nuklir pada tahun 1974, kemudian India dikenai embargo teknologi nuklir oleh negara Barat, dan harus membangun PLTN secara berdikari. Strategi yang dipilih adalah untuk menggunakan PHWR, lalu pengembangan FBR (reaktor pembiak) dan dalam jangka panjang untuk memanfaatkan sumberdaya thorium yang dimilikinya.

India's operating nuclear power reactors:

Reactor

Type

MWe net, each

Commercial operation

Safeguards status

Tarapur 1 & 2

BWR

150

1969

item-specific

Kaiga 1 & 2

PHWR

202

1999-2000

Kaiga 3

PHWR

202

2007

Kakrapar 1 & 2

PHWR

202

1993-95

by 2012 under new agreement

Kalpakkam 1 & 2 (MAPS)

PHWR

202

1984-86

Narora 1 & 2

PHWR

202

1991-92

by 2014 under new agreement

Rawatbhata 1

PHWR

90

1973

item-specific

Rawatbhata 2

PHWR

187

1981

item-specific

Rawatbhata 3 & 4

PHWR

202

1999-2000

by 2010 under new agreement

Tarapur 3 & 4

PHWR

490

2006, 05

Total (17)

3779 MWe

Kalpakkam also known as Madras/MAPS
Rawatbhata also known as Rajasthan/RAPS
Kakrapar = KAPS, Narora = NAPS
dates are for start of commercial operation.

Jadi dalam kurun waktu 40 tahun India hanya mengoperasikan kapasitas sebanyak 3779 MW, hal mana disebabkan ukuran PLTNnya yang relatif kecil. Tetapi ini dicapai dengan berdikari tanpa alih teknologi dari luar.

Berbeda dengan India, China yang meledakkan percobaan nuklirnya pertama kali pada tahun 1964 berhasil merebut posisi Taiwan di PBB pada tahun 1972 dan langsung dianggap sebagai negara nuklir atau pemilik bom nuklir. PLTN pertama di-impor dari Perancis dan selanjutnya juga mendesain dan membangun PLTN PWR sendiri di Qinshan. Untuk secara cepat memanfaatkan energi nuklir China juga membangun PLTN jenis PHWR dari Kanada dan jenis PWR dari Rusia. Dalam waktu kurang dari 20 tahun China sudah mengoperasikan PLTN dengan kapasitas mendekati 9000 MW[10].

Operating Mainland Nuclear Power Reactors

Units

Province

Type

Net capacity (each)

Commercial operation

Operator

Daya Bay-1 & 2

Guangdong

PWR

944 MWe

1994

CGNPC

Qinshan-1

Zhejiang

PWR

279 MWe

April 1994

CNNC

Qinshan-2 & 3

Zhejiang

PWR

610 MWe

2002, 2004

CNNC

Lingao-1 & 2

Guangdong

PWR

935 MWe

2002, 2003

CGNPC

Qinshan-4 & 5

Zhejiang

PHWR

665 MWe

2002, 2003

CNNC

Tianwan-1 & 2

Jiangsu

PWR (VVER)

1000 MWe

2007

CNNC

total (11)

8587 MWe

4. Kenapa kita perlu PLTN.? Untuk menjamin ketahanan energi harus dilakukan diversifikasi sumber energi. Nuklir ramah lingkungan. Risiko yang dianggap tinggi harus diantisipasi dengan dua hal: 1. teknologi yang terbukti, 2. SDM yang dipersiapkan

Kenapa kita perlu PLTN ? Dari uraian di atas dapat dikemukakan alasan-alasan berikut.

1. Biaya pembangkitan listrik yang paling rendah saat ini dan untuk masa mendatang adalah biaya pembangkitan listrik nuklir[11]. Biaya listrik dari batubara saat ini masih dapat bersaing dengan nuklir, terutama di Amerika Serikat di mana sektor listrik diserahkan kepada swasta dan terdapat sumber batubara yang besar dan dapat diangkut dengan mudah melalui jaringan kereta-api[12]. Akan tetapi batubara menghadapi beberapa tekanan yang akan menaikkan harganya di masa mendatang: (1) Kenaikan harga minyak dan gas yang terjadi sejak tahun 2004 telah mendorong kenaikan harga batubara, baik di Asia maupun juga di Amerika Serikat; (2) Kecenderungan dunia dewasa ini adalah untuk memberlakukan suatu penalti (hukuman) terhadap batubara karena peranannya dalam menambah emisi karbon yang menjadi penyebab pemanasan global. Pencemar karbon di negara industri bakal dikenai pajak tambahan sesuai jumlah karbon yang dilepas ke udara. Pada waktunya negara berkembang juga akan terpaksa memberlakukan pengaturan seperti itu.

2. Di Indonesia sistem kelistrikan yang dapat menampung PLTN komersial sebesar 600 MW ke atas untuk sementara ini hanyalah di pulau Jawa[13]. Sumber alternatif lain untuk Jawa adalah gas bumi, yang harganya tinggi dan sedapat mungkin hanya digunakan untuk memenuhi beban variabel dan beban puncak. Selain itu ada tenaga air, yang sumbernya di Jawa sudah dimanfaatkan semua dan tidak dapat ditambah lagi karena padatnya permukiman. Alternatif ketiga adalah panasbumi, yang potensinya di Jawa masih ada sekitar 8000 MW; namun sumber ini sulit untuk dapat dipastikan penjadwalan perencanaannya karena masih memerlukan dana berisiko untuk pengembangannya (eksplorasi dan eksploitasi yang memerlukan pemboran). Sumber terbarukan seperti energi surya tidak dapat digunakan untuk menambah kapasitas produksi listrik secara besar-besaran dan hanya cocok sebagai pasokan skala rumah-tangga di daerah terpencil. Pembangkit tenaga angin memerlukan cadangan pembangkit diesel yang menambah biaya. Sumberdaya angin di kawasan khatulistiwa juga terbatas.

3. Apabila sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali hanya mengandalkan pada batubara sebagai pemikul beban dasar, maka dalam waktu dekat ini terdapat kendala mengenai calon-calon lokasi PLTU di Jamali karena saat ini sudah mulai dirasakan terbatas. Hal ini disebabkan luasnya kebutuhan lahan untuk PLTU karena harus menyediakan ruang dan fasilitas untuk dermaga tongkang dan penyimpanan batubara cadangan. Di samping itu seyogyanya ada pembatasan terhadap jumlah kapasitas PLTU yang dapat dibangun dan di-operasikan di Jamali karena dampaknya terhadap lingkungan.

4. Masuknya PLTN sebagai pemikul beban-dasar dalam sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali akan memperkuat ketahanan sistem kelistrikan tersebut karena menjadikannya tidak akan tergantung pada satu atau dua jenis sumber energi saja (batubara dan gasbumi). Strategi seperti inilah yang ditempuh oleh Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.

5. Menggunakan PLTN di Indonesia akan menjadikan sistem energi Indonesia lebih optimal karena batubara dan gasbumi yang tidak jadi digunakan dapat dipakai, selain untuk ekspor, untuk meraih nilai tambah yang lebih tinggi dalam sektor industri, rumah-tangga, dan lain-lain, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan bakar.

6. Dengan ditambahnya opsi tenaga nuklir dalam pengembangan sistem kelistrikan Indonesia maka akan terbukalah peluang untuk meningkatkan kemampuan di bidang teknologi nuklir maupun di bidang teknologi secara umum. Dapat diupayakan peningkatan porsi industri lokal dalam pembangunan serangkaian PLTN di masa mendatang, dan hal ini dapat dipastikan akan membawa manfaat pula pada peningkatan teknologi pada umumnya.

Risiko kecelakaan seperti yang terjadi terhadap PLTN Chernobyl-4 pada tahun 1986 dapat dinyatakan sama-sekali tidak ada, karena Indonesia tidak pernah mempertimbangkan untuk membangun PLTN tipe tersebut (RBMK). Sudah dapat dipastikan bahwa PLTN yang dibangun di sekitar Gunung Muria akan memiliki kubah pengungkung yang kuat untuk menahan radiasi, walaupun terjadi hal yang tidak diinginkan dengan reaktor.

Peluang kejadian seperti yang dialami oleh PLTN Three Mile Island-2 pada tahun 1979 (yang tanpa korban jiwa atau cedera) pun akan lebih kecil lagi ketimbang peristiwa tersebut, berkat perbaikan dan penyempurnaan serta pengembangan teknologi keselamatan nuklir yang telah dilakukan oleh industri nuklir sejak tahun 1979.

Namun untuk mewaspadai dan menjaga agar segala sesuatunya berjalan dengan baik, maka suatu upaya yang sungguh-sungguh perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang nantinya akan berkecimpung di dalam pengembangan industri nuklir Indonesia.



[1] Ini berlaku dalam kurun waktu tertentu, asalkan selama itu tidak terdapat gejolak harga energi yang berarti.

[2] Jadi kenaikan permintaan minyak dari dua negara Asia ini saja merupakan hampir 50 persen kenaikan permintaan seluruh dunia.

[3] Atau setara harga BBM Rp. 5800/liter dengan asumsi $ 1 = Rp. 9200,-

[4] Produksi dunia tahun 2007 adalah 81,5 juta bph minyak, 284,5 milyar CF/hari gas alam, dan 6,4 milyar ton batubara. Data dari tayangan website BP berjudul Statistical Survey of World Energy Resources 2008.

[5] OPEC akan menjaga supaya kenaikan harga tidak terlalu besar, agar ekonomi dunia tidak terpuruk dan pangsa energi alternatif tidak naik. Kebijakan ini cukup berhasil, kecuali semester pertama tahun 2008 ini.

[6] Menurut Statistical Survey of World Energy Resources 2008, produksi listrik dunia naik 4,8% dan konsumsi energi primer dunia naik 2,4% pada tahun 2007.

[7] Biaya produksi listrik (tanpa biaya modal) di Amerika Serikat untuk nuklir dan batubara adalah sen$ 1,76/kWh dan sen$ 2,47/kWh sedang untuk minyak dan gas adalah sen$ 10,26/kWh dan sen$ 6,78/kWh, data th 2007 (NEI).

[8] Saat ini lebih dari 100 PLTN sudah beroperasi lebih dari 30 tahun, di antaranya ada satu yang sudah beroperasi selama 41 tahun dan satu lagi selama 40 tahun. Sebagian besar PLTN komersial di Amerika Serikat sudah dimintakan perizinannya untuk dioperasikan selama 60 tahun (data dari PRIS, IAEA, 2008).

[9] Termasuk 6 satuan di Taiwan dengan kapasitas 4921 MWe.

[10] Kedua tabel PLTN India dan China ini bersumber dari tayangan di website World Nuclear Association, Juni 2008.

[11] Demikian kesimpulan sebuah laporan World Nuclear Association yang terbit Desember 2005.

[12] Kendala listrik nuklir di Amerika Serikat adalah modal swasta masih khawatir akan kegagalan proyek pembangunan PLTN akibat keterlambatan (risiko politik bukan risiko radiasi atau kebocoran). Dengan undang-undang yang terbit tahun 2005 Kongres telah menyediakan insentif untuk mengatasi ini.

[13] Apabila nanti PLTN jenis PBMR sudah berhasil dikembangkan dan di-operasikan dengan sukses di negara lain, maka jenis PBMR yang dapat dibangun dengan ukuran di bawah 200 MW dapat dipertimbangkan untuk digunakan di Indonesia, termasuk di luar pulau Jawa.

Jumat, 16 Mei 2008

Usulan Penghapusan Subsidi BBM Secara Bertahap

Press Release 15 Mei 2008

Berkenaan dengan rencana penyesuaian harga BBM

Wacana penyesuaian harga BBM di antara beberapa tokoh masyarakat, termasuk di antaranya para pejabat Pemerintah, telah menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakat luas baik dari pihak yang dapat menerima hal tersebut sebagai langkah yang patut didukung karena telah melambungnya harga minyak internasional dari sekitar $ 30/bbl pada akhir tahun 2003 hingga saat ini sekitar $ 120/bbl, maupun dari pihak yang merasa belum dapat menerima kenaikan harga BBM dengan alasan bahwa antara lain hal tersebut bakal dapat lebih mempersulit lagi perjuangan hidup mereka di masa mendatang.

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) dengan ini menyampaikan bahwa kami:

1. Mendukung penaikan harga rata-rata BBM dalam waktu dekat sampai sebatas 20 persen atau maksimal 25 persen. Bila tidak dinaikkan maka struktur APBN-P akan “habis” untuk subsidi BBM, pangan dan listrik hingga tidak cukup tersisa untuk menjalankan pemerintahan secara efektif. Selain itu MPEL juga mendukung sebagian penerimaan kenaikan BBM dikembalikan dalam satu dan lain bentuk guna membantu meringankan beban hidup masyarakat miskin. Sudah tentu program bidang energi lainnya seperti diversifikasi, pengalihan dari minyak tanah ke gas, peningkatan BBG untuk sektor transportasi, peningkatan efisiensi energi serta konservasi energi, perlu tetap dilanjutkan terus.

2. Mensinyalir pula bahwa kenaikan harga BBM tersebut tidaklah cukup tanpa disertai upaya dan kebijakan harga lainnya yang perlu diterapkan ke depan untuk dapat menyelesaikan masalah harga energi dalam negeri secara tuntas. Upaya dan kebijakan harga lainnya tersebut adalah:

(a) Keputusan untuk melakukan penaikan harga rata-rata BBM secara perlahan dan bertahap sampai suatu saat rata-rata harga domestik BBM mendekati titik keekonomian; penaikan yang diperlukan sekitar lima persen setiap triwulan, mulai 1 Oktober 2008.

(b) Penetapan harga energi domestik (BBM, listrik, gas) dilakukan sejauh mungkin berdasarkan nilai kalor setiap jenis energi; penyesuaian harga dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun tidak ada lagi insentif untuk melakukan pengoplosan dan penyelundupan.

(c) Penetapan harga energi domestik dilakukan secara merata untuk seluruh wilayah R.I., atas dasar pengertian bahwa biaya operasional perusahaan energi di luar Jawa-Bali mendapatkan subsidi-silang internal dari biaya operasional perusahaan di dalam wilayah Jawa-Bali.

(d) Penetapan harga batubara dan gas untuk ekspor diserahkan kepada mekanisme pasar internasional, tetapi untuk keperluan domestik ditetapkan setiap triwulan sekitar 5 persen di bawah harga internasional.

Pertimbangan-pertimbangan usulan tersebut di atas adalah.

1. Harga minyak internasional dan dampaknya

Harga minyak internasional sudah melambung tinggi dan belum ada tanda-tanda kenaikan akan berhenti. Pada akhir tahun 2003 harga tersebut pada tingkat sekitar $ 30/bbl, dan pada akhir tahun 2007 telah mencapai sekitar $ 90/bbl, berarti telah meningkat dengan laju 32 persen/tahun. Kini bahkan sudah mencapai $ 120/bbl.

Harga BBM dalam negeri seharusnya sebagai sasaran jangka menengah ditetapkan mendekati harga minyak internasional. Bila tidak, penyusunan APBN akan senantiasa menghadapi masalah karena penentuan harga BBM harus dilakukan dengan kejutan yang berdampak negatif. Tetapi bilamana harga BBM dalam negeri sudah mencapai kesetaraan dengan harga internasional, maka kita akan selalu mampu dan dapat mengimpor dari mana pun, jika diperlukan.

2. Harga BBM dalam negeri secara bertahap harus disesuaikan

Kenyataan perkembangan harga minyak internasional selama empat tahun terakhir ini menyudutkan kita untuk mengambil tindakan penyesuaian harga dari waktu ke waktu. Kenyataan pula bahwa penyesuaian yang drastis seperti yang dilakukan pada tahun 2005 telah menimbulkan dampak yang amat merugikan. Kenyataan pula bahwa penyesuaian harga secara bertahap selama pertengahan tahun 2001 hingga akhir tahun 2003 tidak berdampak secara berarti terhadap inflasi.

Oleh karena itulah maka di samping kenaikan sebesar 20 persen atau maksimal 25 persen sekitar tanggal 1 Juni 2008 nanti, sebaiknya pula Pemerintah sekaligus mencanangkan akan dinaikkannya harga BBM sebanyak sekitar 5 persen setiap triwulan ke depan sehingga mendekati tingkat harga internasional. Sebaliknya apabila terjadi penurunan harga minyak internasional kebijakan harga secara bertahap akan dapat dihentikan lebih cepat.

Sebagai contoh yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Meksiko, walaupun Meksiko penghasil minyak yang besar harga bensin di Meksiko ditetapkan naik sekitar 1 persen setiap bulan, sehingga dalam jangka waktu empat tahun terakhir ini harga tersebut meningkat hampir 30 persen. Ternyata hal tersebut tidak berdampak secara berarti terhadap inflasi di Meksiko.

Kebijakan ini juga sangat berguna bagi pelaku bisnis / industri karena dengan demikian ada kepastian usaha pada waktu mendatang.

3. Penetapan harga energi domestik

Harga energi domestik yang merata di seluruh wilayah R.I. telah diterima sebagai kebijakan harga yang adil. Biaya penyediaan energi di wilayah di mana permintaan sangat tinggi seperti Jawa-Madura-Bali dapat ditekan karena “economies of scale”, sedangkan biaya penyediaan energi di wilayah dengan permintaan rendah seperti di luar Jawa-Madura-Bali sudah pasti jatuh lebih tinggi. Karena itu kebijakan harga energi yang merata adalah wajar, mengingat perusahaan energi secara internal dapat melaksanakan subsidi-silang dari operasi di Jawa-Madura-Bali untuk operasi di luar wilayah tersebut. Sudah tentu daerah di luar Jawa-Madura-Bali, yang berhasrat meningkatkan pelayanan penyediaan energi dengan memberlakukan harga energi yang lebih tinggi ketimbang harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai insentif bagi perusahaan energi, dapat saja mengambil keputusan yang berbeda.

Namun kebijakan harga energi yang berlaku hingga kini, di mana terdapat disparitas yang cukup besar antara berbagai jenis BBM seperti minyak tanah, minyak solar, bensin premium dan BBM non-subsidi dan antara berbagai sektor peruntukan semisal industri, transpor dan rumah-tangga, adalah kebijakan yang perlu dibenahi. Ternyata bahwa kegiatan oknum yang tak bertanggung-jawab, seperti penyelundupan, pengoplosan, dan perdagangan liar masih amat sulit diberantas.

Oleh karena itulah maka MPEL berpendapat bahwa, selain harga energi perlu terus ditetapkan berlaku merata di seluruh wilayah R.I., penetapan setiap jenis energi juga perlu ditetapkan sejauh mungkin menurut nilai kalor setiap jenis energi dan berdasarkan suatu strategi jangka menengah untuk menghapus disparitas harga energi. Hal ini berarti bahwa penaikan harga minyak tanah, karena saat ini subsidi per liternya paling besar, pada awalnya harus dengan prosentase tertinggi; tentu dengan penetapan yang mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi supaya tidak terlampau memberatkan anggota masyarakat yang kurang mampu.

4. Penetapan harga energi primer untuk keperluan dalam negeri.

Sejalan dengan pemikiran di atas, maka harga energi primer untuk keperluan domestik juga sulit untuk dipertahankan dengan nilai diskonto yang besar. Sudah tentu perusahaan penghasil energi primer seperti gas bumi dan batubara mengharapkan dihapuskannya diskonto bagi keperluan dalam negeri. Bila tetap besar maka perusahaan penghasil energi primer akan lebih condong untuk mengekspor produksinya ke luar negeri.

Berhubung dengan itu MPEL berpendapat bahwa nilai diskonto hendaknya cukup sekitar 5 persen, setidaknya tidak lebih dari 10 persen. Hal ini akan mendorong perusahaan penghasil energi untuk secara sukarela menyediakan produksinya guna keperluan di dalam negeri. Juga dapat lebih mudah mencegah “under-pricing” harga ekspor.

Jakarta, 15 Mei 2008

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan