Jumat, 16 Mei 2008

Usulan Penghapusan Subsidi BBM Secara Bertahap

Press Release 15 Mei 2008

Berkenaan dengan rencana penyesuaian harga BBM

Wacana penyesuaian harga BBM di antara beberapa tokoh masyarakat, termasuk di antaranya para pejabat Pemerintah, telah menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakat luas baik dari pihak yang dapat menerima hal tersebut sebagai langkah yang patut didukung karena telah melambungnya harga minyak internasional dari sekitar $ 30/bbl pada akhir tahun 2003 hingga saat ini sekitar $ 120/bbl, maupun dari pihak yang merasa belum dapat menerima kenaikan harga BBM dengan alasan bahwa antara lain hal tersebut bakal dapat lebih mempersulit lagi perjuangan hidup mereka di masa mendatang.

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) dengan ini menyampaikan bahwa kami:

1. Mendukung penaikan harga rata-rata BBM dalam waktu dekat sampai sebatas 20 persen atau maksimal 25 persen. Bila tidak dinaikkan maka struktur APBN-P akan “habis” untuk subsidi BBM, pangan dan listrik hingga tidak cukup tersisa untuk menjalankan pemerintahan secara efektif. Selain itu MPEL juga mendukung sebagian penerimaan kenaikan BBM dikembalikan dalam satu dan lain bentuk guna membantu meringankan beban hidup masyarakat miskin. Sudah tentu program bidang energi lainnya seperti diversifikasi, pengalihan dari minyak tanah ke gas, peningkatan BBG untuk sektor transportasi, peningkatan efisiensi energi serta konservasi energi, perlu tetap dilanjutkan terus.

2. Mensinyalir pula bahwa kenaikan harga BBM tersebut tidaklah cukup tanpa disertai upaya dan kebijakan harga lainnya yang perlu diterapkan ke depan untuk dapat menyelesaikan masalah harga energi dalam negeri secara tuntas. Upaya dan kebijakan harga lainnya tersebut adalah:

(a) Keputusan untuk melakukan penaikan harga rata-rata BBM secara perlahan dan bertahap sampai suatu saat rata-rata harga domestik BBM mendekati titik keekonomian; penaikan yang diperlukan sekitar lima persen setiap triwulan, mulai 1 Oktober 2008.

(b) Penetapan harga energi domestik (BBM, listrik, gas) dilakukan sejauh mungkin berdasarkan nilai kalor setiap jenis energi; penyesuaian harga dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam jangka waktu dua sampai tiga tahun tidak ada lagi insentif untuk melakukan pengoplosan dan penyelundupan.

(c) Penetapan harga energi domestik dilakukan secara merata untuk seluruh wilayah R.I., atas dasar pengertian bahwa biaya operasional perusahaan energi di luar Jawa-Bali mendapatkan subsidi-silang internal dari biaya operasional perusahaan di dalam wilayah Jawa-Bali.

(d) Penetapan harga batubara dan gas untuk ekspor diserahkan kepada mekanisme pasar internasional, tetapi untuk keperluan domestik ditetapkan setiap triwulan sekitar 5 persen di bawah harga internasional.

Pertimbangan-pertimbangan usulan tersebut di atas adalah.

1. Harga minyak internasional dan dampaknya

Harga minyak internasional sudah melambung tinggi dan belum ada tanda-tanda kenaikan akan berhenti. Pada akhir tahun 2003 harga tersebut pada tingkat sekitar $ 30/bbl, dan pada akhir tahun 2007 telah mencapai sekitar $ 90/bbl, berarti telah meningkat dengan laju 32 persen/tahun. Kini bahkan sudah mencapai $ 120/bbl.

Harga BBM dalam negeri seharusnya sebagai sasaran jangka menengah ditetapkan mendekati harga minyak internasional. Bila tidak, penyusunan APBN akan senantiasa menghadapi masalah karena penentuan harga BBM harus dilakukan dengan kejutan yang berdampak negatif. Tetapi bilamana harga BBM dalam negeri sudah mencapai kesetaraan dengan harga internasional, maka kita akan selalu mampu dan dapat mengimpor dari mana pun, jika diperlukan.

2. Harga BBM dalam negeri secara bertahap harus disesuaikan

Kenyataan perkembangan harga minyak internasional selama empat tahun terakhir ini menyudutkan kita untuk mengambil tindakan penyesuaian harga dari waktu ke waktu. Kenyataan pula bahwa penyesuaian yang drastis seperti yang dilakukan pada tahun 2005 telah menimbulkan dampak yang amat merugikan. Kenyataan pula bahwa penyesuaian harga secara bertahap selama pertengahan tahun 2001 hingga akhir tahun 2003 tidak berdampak secara berarti terhadap inflasi.

Oleh karena itulah maka di samping kenaikan sebesar 20 persen atau maksimal 25 persen sekitar tanggal 1 Juni 2008 nanti, sebaiknya pula Pemerintah sekaligus mencanangkan akan dinaikkannya harga BBM sebanyak sekitar 5 persen setiap triwulan ke depan sehingga mendekati tingkat harga internasional. Sebaliknya apabila terjadi penurunan harga minyak internasional kebijakan harga secara bertahap akan dapat dihentikan lebih cepat.

Sebagai contoh yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Meksiko, walaupun Meksiko penghasil minyak yang besar harga bensin di Meksiko ditetapkan naik sekitar 1 persen setiap bulan, sehingga dalam jangka waktu empat tahun terakhir ini harga tersebut meningkat hampir 30 persen. Ternyata hal tersebut tidak berdampak secara berarti terhadap inflasi di Meksiko.

Kebijakan ini juga sangat berguna bagi pelaku bisnis / industri karena dengan demikian ada kepastian usaha pada waktu mendatang.

3. Penetapan harga energi domestik

Harga energi domestik yang merata di seluruh wilayah R.I. telah diterima sebagai kebijakan harga yang adil. Biaya penyediaan energi di wilayah di mana permintaan sangat tinggi seperti Jawa-Madura-Bali dapat ditekan karena “economies of scale”, sedangkan biaya penyediaan energi di wilayah dengan permintaan rendah seperti di luar Jawa-Madura-Bali sudah pasti jatuh lebih tinggi. Karena itu kebijakan harga energi yang merata adalah wajar, mengingat perusahaan energi secara internal dapat melaksanakan subsidi-silang dari operasi di Jawa-Madura-Bali untuk operasi di luar wilayah tersebut. Sudah tentu daerah di luar Jawa-Madura-Bali, yang berhasrat meningkatkan pelayanan penyediaan energi dengan memberlakukan harga energi yang lebih tinggi ketimbang harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai insentif bagi perusahaan energi, dapat saja mengambil keputusan yang berbeda.

Namun kebijakan harga energi yang berlaku hingga kini, di mana terdapat disparitas yang cukup besar antara berbagai jenis BBM seperti minyak tanah, minyak solar, bensin premium dan BBM non-subsidi dan antara berbagai sektor peruntukan semisal industri, transpor dan rumah-tangga, adalah kebijakan yang perlu dibenahi. Ternyata bahwa kegiatan oknum yang tak bertanggung-jawab, seperti penyelundupan, pengoplosan, dan perdagangan liar masih amat sulit diberantas.

Oleh karena itulah maka MPEL berpendapat bahwa, selain harga energi perlu terus ditetapkan berlaku merata di seluruh wilayah R.I., penetapan setiap jenis energi juga perlu ditetapkan sejauh mungkin menurut nilai kalor setiap jenis energi dan berdasarkan suatu strategi jangka menengah untuk menghapus disparitas harga energi. Hal ini berarti bahwa penaikan harga minyak tanah, karena saat ini subsidi per liternya paling besar, pada awalnya harus dengan prosentase tertinggi; tentu dengan penetapan yang mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi supaya tidak terlampau memberatkan anggota masyarakat yang kurang mampu.

4. Penetapan harga energi primer untuk keperluan dalam negeri.

Sejalan dengan pemikiran di atas, maka harga energi primer untuk keperluan domestik juga sulit untuk dipertahankan dengan nilai diskonto yang besar. Sudah tentu perusahaan penghasil energi primer seperti gas bumi dan batubara mengharapkan dihapuskannya diskonto bagi keperluan dalam negeri. Bila tetap besar maka perusahaan penghasil energi primer akan lebih condong untuk mengekspor produksinya ke luar negeri.

Berhubung dengan itu MPEL berpendapat bahwa nilai diskonto hendaknya cukup sekitar 5 persen, setidaknya tidak lebih dari 10 persen. Hal ini akan mendorong perusahaan penghasil energi untuk secara sukarela menyediakan produksinya guna keperluan di dalam negeri. Juga dapat lebih mudah mencegah “under-pricing” harga ekspor.

Jakarta, 15 Mei 2008

Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan

Tidak ada komentar: