Kamis, 13 Desember 2012

Laporan Acara “Keprihatinan terhadap Pasokan Energi Jangka Panjang”

Temu Wartawan diselenggarakan oleh Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL), LSM yang berkecimpung dalam pengkajian permasalahan antar-muka energi dan lingkungan, berlangsung tgl. 13 Desember 2012, dibuka oleh Ketua MPEL Budi Sudarsono. MPEL berdiri sejak bulan April 2005 oleh perkumpulan lanjut usia BATAN : BATAN Golden Age Club (BGAC). Ketua MPEL menyatakan bahwa sektor energi adalah salah satu sektor terpenting dalam pembangunan ekonomi dan memerlukan perhatian penuh serta secara terus menerus dalam jangka panjang oleh para pemangku kepentingan politik. Keprihatinan MPEL menyangkut pengamatannya bahwa sektor energi tampaknya terabaikan atau terlantarkan. Paparan pertama disampaikan oleh Ir. Adiwardojo berjudul: Energi dan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Tingkat Global. Sejak laporan Brundtland tahun 1987 dunia sudah menyadari dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pembangunan ekonomi yang telah berjalan selama puluhan tahun dan telah menyiapkan seperangkat perjanjian internasional untuk berupaya memitigasi dampak tersebut. Antara lain dalam lingkungan PBB telah dicanangkan program jangka panjang yang dinamai AGENDA 21, dan dibentuk Komisi Pembangunan Berkelanjutan (Commission on Sustainable Development disingkat CSD) guna memantau pelaksanaannya. Disepakati pula Konvensi Kerangka PBB untuk Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change, disingkat UNFCCC). Baru pada tahun 2001 CSD-9 membahas secara khusus sektor energi. Penanganan sektor energi harus memperhatikan pencegahan kerusakan terhadap lingkungan hidup, memberdayakan yang kurang mampu agar memiliki akses terhadap layanan jasa energi, dan memperhatikan aspek keberlanjutan jangka panjang. Pada tahun 1992 UNFCCC telah melahirkan Protokol Kyoto, suatu perjanjian untuk pengurangan emisi CO2 oleh negara maju. Namun Amerika Serikat tidak mau terikat oleh Protokol ini. Kini negara maju menuntut agar negara berkembang juga turut berjanji untuk mengurangi emisi CO2 . Dalam sidang COP18 yang baru saja berakhir di Doha Qatar pada 8 Desember 2012, kesepakatan yang dicapai hanya sebatas perpanjangan Protokol Kyoto hingga tahun 2020. Dalam rangka upaya untuk mencapai Pembangunan Berkelanjutan, PBB telah merumuskan sasaran-sasaran yang tertuang di dalam Millenium Development Goals, khususnya sasaran untuk tahun 2015. Sasaran tersebut kini tengah dalam tahap ditinjau kembali oleh Group of Eminent Persons (termasuk Presiden SBY), karena dipandang sasaran tidak akan tercapai. PBB juga telah membentuk UN Advisory Group on Energy and Climate Change. Akhirnya dikemukakan penahapan dalam perkembangan energi dimulai dengan memenuhi Kebutuhan Dasar manusia, selanjutnya menyediakan energi untuk Penggunaan Produktif, dan pemenuhan Kebutuhan Masyarakat Moderen. Paparan kedua berjudul “Rawannya Kondisi Kebijakan Energi Nasional disampaikan oleh Sutaryo Supadi M.Sc. yang menggambarkan kondisi sektor energi nasional yang belum tertangani dengan baik. Diawali dengan penyajian mengenai riwayat ringkas kebijakan energi nasional sejak Soekarno, Soeharto dengan Orde Barunya, Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY. Dalam Era SBY telah terbit seperangkat perundangan yang pada tahun 2006 menghasilkan rumusan Kebijakan Energi Nasional baru. Namun sejak itu pelaksanaan pengembangan energi tidak mengikuti arahan yang tersirat di dalam PerPres No. 5 tahun 2006, bahkan dalam beberapa hal menyimpang. Akhir-akhir ini hanya satu gebrakan Pemerintah berhasil memperbaiki keadaan sektor energi, yaitu peralihan dari minyak tanah ke gas LPG. Pengalihan pasokan energi primer dari tujuan luar negeri ke konsumen dalam negeri mengalami kendala hukum karena kesepakatan di masa lalu dicapai berdasarkan kontrak jangka panjang. Harga BBM bersubsidi baru sebagian saja yang dapat diganti dengan harga yang komersial. Sebagian besar BBM, baik bensin premium maupun minyak solar, masih bersubsidi, sehingga subsidi energi tahun 2012 ini menghabiskan sepertiga APBN 2012. KEN yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tahun 2006 tidak dilaksanakan secara konsekwen dengan akibat sasaran yang telah ditetapkan, terutama menyangkut substitusi penggunaan energi fosil dengan non-fosil tidak dapat dicapai. Namun harus diakui bahwa akhir-akhir ini telah dicanangkan beberapa kebijakan baru yang bertujuan untuk menyempurnakan pengelolaan sektor energi dalam jangka pendek dan menengah. Antara lain pembangunan stasiun LNG terapung, penetapan feed-in tariff, dan pengalihan ke arah pemanfaatan gas bumi. Sayang hal-hal ini menghadapi kendala langkanya dana tersedia, hal mana disebabkan terutama oleh besarnya subsidi energi. Tahun 2012 ini menyerap sepertiga APBN !Berhubung dengan itu maka upaya untuk menghapuskan subsidi energi tidak dapat ditunda lagi. Perlu disadari oleh semua fihak bahwa konsumsi energi/kapita Indonesia saat ini masih sangat rendah, yaitu sekitar seperlima Malaysia dan seperenambelas Korea Selatan. Padahal indikator penting tentang kemajuan/ kesejahteraan suatu bangsa adalah besarnya konsumsi energi/ kapita tersebut. Indonesia perlu lompatan besar dalam penyediaan energi bila ingin mengejar ketertinggalan dibanding negara lain. Diharapkan Dewan Energi Nasional yang merupakan amanat undang-undang dan sudah dibentuk sekitar 4 tahun, dapat merumuskan KEN-baru dalam waktu dekat. Selanjutnya diamati bahwa sasaran MP3EI yang ditetapkan dalam PerPres no 29 tahun 2010 bahwa Indonesia pada tahun 2025 akan menjadi negara maju dengan pendapatan/kapita antara USD 14.250 - 15.500, tidak akan tercapai karena energi yang disediakan terlalu kecil Hal yang mendesak adalah : Perlunya komitmen politik jangka panjang, pentingnya koordinasi pengelolaan energi yang terintegrasi, penghapusan subsidi energi secara bertahap, dan masuknya semua jenis energi ke dalam energy mix serta keputusan segera untuk memanfaatkan energi nuklir. Selanjutnya Diskusi Panil mengadakan acara tanya-jawab, yang merupakan pendalaman materi terhadap hal-hal yang telah disajikan oleh kedua Paparan. Dalam acara Penutupan oleh Ketua MPEL dikemukakan bahwa sekalipun kebijakan energi dan perencanaan energi telah dirumuskan dengan baik, hal yang akan menentukan adalah pelaksanaan program pengembangan energi. Untuk ini diperlukan kesatuan politik, kepatuhan para pelaku pengembangan energi terhadap apa yang sudah diputuskan dan pemantauan oleh para pemangku kepentingan, baik DPR maupun anggota masyarakat. Untuk ini diperlukan koordinasi antar para pelaksana dan pengawasan yang terus menerus dan konsisten.

Tidak ada komentar: