Sabtu, 13 November 2010

Masalah Utama Sektor Energi Adalah Harga

Sektor energi negara kita memang menghadapi banyak masalah. Semuanya memerlukan perhatian dan penanganan yang serius. Sebut saja "Pasokan dan harga energi yang belum optimal", atau "Akses masyarakat terhadap layanan energi yang belum merata". Ada lagi "Pasokan yang kadang-kadang kacau" ataupun "Belum adanya bank infrastruktur" dan "Belum ada niat serius untuk investasi eksplorasi".
Baru-baru ini Pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), sebuah langkah yang disambut baik oleh masyarakat energi pada umumnya. Dan Direktur Jenderal yang diangkat pun, yaitu Dr. Luluk Sumiarso, adalah seseorang yang dinamis dan telah banyak berkarya. Pengalaman beliau sebagai Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, sebagai Sekretaris Jenderal Departemen ESDM dan sebagai Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, akan dapat mendorong meningkatkan pangsa pasar EBTKE. Sarasehan EBTKE yang diselenggarakannya pada tanggal 3 November 2010 telah diikuti oleh tidak kurang dari 500 peserta, dan telah dicanangkan visi baru yaitu Visi 25/25: Sasaran pangsa EBTKE sebesar 25% pada tahun 2025. Perkembangan ini telah memberikan harapan baru bagi masyarakat energi Indonesia.
Namun masih saja ada yang berpendapat bahwa Visi yang lama, 17/25, yaitu pangsa 17% pada tahun 2025 yang diamanatkan dalam Per Pres No. 5 tahun 2006, itu pun belum tentu dapat dicapai karena masih ada kendala besar. Kendala ini adalah harga energi di tingkat konsumen, baik BBM maupun listrik, masih terlalu rendah, sehingga akan sulit bagi energi alternatif EBTKE untuk bersaing. Hal ini nyaris tidak disinggung oleh para penyaji makalah dalam Sarasehan EBTKE tersebut di atas, tetapi diketengahkan oleh Menteri ESDM pada pertengahan Sarasehan, yaitu tentang akan diadakannya peninjauan kembali terhadap kebijakan harga energi ("pricing policy").
Memang inilah kendala terbesar yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal EBTKE yang baru dibentuk ini. Dan ia memang merupakan masalah terbesar sektor energi kita sejak tahun 2003, yaitu sejak harga minyak internasional masih sekitar $ 30/bbl. Sejak awal tahun 2004 harga minyak internasional tidak pernah turun sampai ke bawah $ 50/bbl. Inilah yang menyebabkan subsidi energi dalam APBN sampai mencapai angka bertrilyun-trilyun.
Di sinilah letak masalah sektor energi kita. Kunci pemecahannya tidak lain dan tidak bukan adalah: penghapusan subsidi energi, atau dalam kata lain harga energi di tingkat konsumen harus ditingkatkan sampai ke aras keekonomiannya. Sayangnya hingga saat ini Pemerintah bersama DPR belum ada gelagat atau upaya mencari jalan ke luar: bagaimana mengadakan penyesuaian harga energi ?
Kami dari MPEL meyakini bahwa satu-satunya jalan adalah mengadakan penyesuaian secara bertahap dan berangsur, sedikit demi sedikit, namun harus diumumkan jauh sebelumnya. Jangan sampai terjadi lagi kenaikan harga BBM seperti yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2005, yang telah membawa kesengsaraan pada sebagian besar rakyat kecil yang berpenghasilan tetap.

Tidak ada komentar: