Sabtu, 13 November 2010

Masalah Utama Sektor Energi Adalah Harga (II)

Harga energi di tingkat konsumen harus memenuhi dua syarat. Ia harus cukup tinggi, tetapi ia juga harus terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Ia harus cukup tinggi karena dua alasan penting. Pertama ia harus mencerminkan nilai keekonomian; bila tidak harus disediakan subsidi dan hal ini (subsidi) merugikan karena merupakan pendapatan negara yang mubazir. Diadakannya subsidi hanya menguntungkan pejabat negara karena masyarakat cenderung mendukungnya secara politis. Hal ini terjadi selama masa Orde Baru dan Presiden Soeharto berulang-kali dipilih menjadi Presiden. Benar, selama masa yang sama Pemerintah beberapa kali terpaksa mengadakan penyesuaian (penaikan) harga BBM dan tarif listrik. Tetapi penyesuaian tersebut diadakan dalam situasi terpaksa, yaitu karena Pemerintah mengadakan devaluasi nilai rupiah yang disebabkan oleh salah-urus pengelolaan ekonomi makro, bukan karena salah urus pengelolaan sektor energi.
Alasan kedua harga energi harus cukup tinggi adalah guna memungkinkan produsen energi (seperti Pertamina, PLN dan PGN) meraih keuntungan yang memadai agar dapat disisihkan cukup dana untuk investasi perluasan/penambahan kapasitas. Hal ini amat penting demi kelangsungan kemampuan produsen energi untuk menambah kapasitas, mengingat permintaan energi yang tumbuh sangat cepat.
Berapakah nilai keekonomian energi saat ini ? Dengan harga minyak internasional berkisar sekitar $ 80/bbl dan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9000/$AS, maka secara kasar dapat dihitung nilai tersebut sekitar Rp. 6500/liter BBM atau tarif listrik rata-rata sekitar Rp. 720/kWh. Ini untuk keadaan di Jawa, Madura dan Bali. Bilamana dikehendaki harga dan tarif yang sama untuk seluruh wilayah Indonesia, maka angka –angka tersebut perlu dinaikkan sebesar sekitar 10 %. Hal ini untuk memberi peluang kepada produsen energi menyelenggarakan subsidi-silang secara internal di dalam perusahaan masing-masing (yang memungkinkan harga seragam di seluruh wilayah Indonesia). Apabila terjadi pelemahan atau penguatan nilai tukar rupiah, sudah barang tentu harus diadakan penyesuaian seperlunya. Demikian juga apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga minyak internasional.

Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh harga energi ádalah ia harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, dari tingkat harga yang sekarang berlaku harus diadakan penyesuaian atau kenaikan harga. Tetapi harus tetap memperhatikan daya-beli masyarakat. Karena itu kurang bijaksana kiranya apabila Pemerintah mengadakan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik secara mendadak, seperti yang dilakukan terhadap harga BBM pada tanggal 1 Oktober 2005. Penyesuaian harus dilaksanakan secara berangsur dan diumumkan oleh Pemerintah jauh sebelumnya. Sebagai misal, Pemerintah dapat mengambil keputusan sekarang (November 2010) bahwa terhitung mulai 1 April 2011 harga BBM rata-rata akan dinaikkan sebanyak 5 % setiap triwulan; demikian juga tarif listrik. Dengan demikian maka seluruh anggota masyarakat akan bersiap-siap menghadapi penyesuaian dan hal ini akan memberikan semacam kepastian usaha bagi para pelaku ekonomi. Tentu Pemerintah akan khawatir bakal terjadi peningkatan inflasi dan untuk mencegah ini perlu diadakan sosialisasi yang gencar. Termasuk tentang manfaat kebijakan penyesuaian, yaitu mengurangi subsidi dan menambah dana yang tersedia untuk kegiatan pembangunan yang produktif. Perlu pula ditekankan bahwa bilamana telah dicapai nilai keekonomian harga energi menurut harga minyak internasional dan nilai tukar rupiah yang berlaku, maka penyesuaian akan dihentikan.

Demikian saran dan pendapat MPEL, semoga dapat dipertimbangkan.

Tidak ada komentar: